Monday 29 October 2012

Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi memiliki potensi besar dalam wacana penyadaran kesetaraan gender dalam kehidupan. Kampus secara umum memiliki modal yang cukup besar dalam menumbuhkan wacana kesetaraan ini mengingat mahasiswa ataupun mahasiswi memiliki pola pikir yang telah dewasa serta rasional. Disebutkan, gender oleh sebagian mahasiswa dan mahasiswi dipahami sebagai pola relasi antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan antara keduanya. Secara ideal, mereka yang berpandangan demikian sudah mampu menempatkan istilah gender secara proporsional, sebab sebagian lain masih ada yang memandang serta memahami gender sebagai perbedaan jenis kelamin secara biologi antara laki-laki dan perempuan semata. 

Menurut beberapa penelitian, pemahaman gender secara proporsional memang sudah berkembang pesat di kalangan mahasiswa di perguruan tinggi. Meskipun masih ada padangan serta pemahaman lain tentang gender di kalangan mereka. Hal ini terbukti masih ada sebagian lain mahasiswa yang mengartikan sensitive gender sebagai kepekaan, keberpihakan dan kepedulian terhadap kesetaraan gender. Sementara yang lainnya memahami gender dengan perbedaan perlakuan dan ketidakdilan gender. 
Pemahaman istilah gender sama dengan jenis kelamin atau seks masih ada, namun relatif sedikit di kalangan mahasiswa. Melihat kenyataan ini, jelaslah bahwa Perguruan Tinggi yang didominasi oleh kalangan mahasiswa ataupun mahasiswi sudah berkembang suatu pemahaman gender yang proporsional, yakni pola relasi secara sosial antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan serta pergaulan. Hal ini menjadi modal utama bagi perguruan tinggi serta mahasiswa untuk menumbuh-kembangkan wacana gender dalam kehidupan sehingga mampu memberikan suatu pemahaman yang proporsional ke tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Wacana ini menjadi penting karena pola relasi atau status sosial laki-laki dan perempuan masih terbelenggu di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Adapun faktor penyebabnya ialah kurangnya upaya orang-orang yang memiliki kesadaran gender dalam mentransformasikan pemahaman gender kepada masyarakat. Jika pun ada, tetapi hanya terbatas pada kalangan tertentu, misalnya hanya kepada masyarakat yang telah rasional saja. Sedangkan masyarakat awam tidak tersentuh oleh pemahaman akan gender membuat budaya serta pemikiran yang bias gender terus berkembang di pikiran masyarakat. Oleh karenanya, perguruan tinggi yang merupakan lumbung ilmu pengetahuan dan pabrik pencetak kaum intelektual harus mampu menjadi aktor utama dalam memberikan sekaligus merubah pola pikir masyarakat yang masih awam dengan isu kesetaraan gender tersebut. Dengan begitu, mahasiswa yang digadang-gadang sebagai agen perubahan sosial benar-benar memiliki peran di tengah-tengah masyarakat, bukan saja untuk menyuarakan aspirasi kepada pemerintah dalam hal kebijakan-kebijakan yang anomali, tetapi juga dalam upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat di tengah-tengah zaman yang telah terlanjur mendamba rasionalitas ini atau yang sering kita sebut sebagai zaman modern.

Terlepas dari itu, perguruan tinggi terlebih dahulu harus mampu menerapkan wacana ini dalam kehidupan sosial di kampus. Artinya, perguruan tinggi yang merupakan ruang sentral bagi kaum intelektual sepertinya tidak akan menemui kendala dalam menerapkan kesetaraan gender dalam kehidupan kampus, baik di kelas maupun di ruang-ruang lainnya. Terlebih lagi, pola pikir serta pemahaman mahasiswa terhadap wacana gender dapat dikatakan sudah cukup mumpuni, tinggal bagaimana penerapannya saja.

Hal ini dipandang perlu mengingat mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial yang besar, bahkan semenjak mereka memutuskan untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi. Artinya, tanggung jawab sosial tersebut bukan hanya di dalam kehidupan kampus, tetapi juga tanggung jawab sosial yang diartikan secara luas, sebab mereka adalah aktor yang sengaja dicetak untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, bangsa bahkan negara ini. Sebab, pengetahuan yang bermanfaat ialah jika digunakan untuk perubahan dan orang banyak, bukan hanya sekadar untuk diri sendiri. Diakui ataupun tidak, pengetahuan terkadang oleh sebagian orang hanya digunakan untuk kepentingan diri sendiri serta abai terhadap tanggung jawab sosial yang sejatinya diemban oleh setiap individu, terlebih kaum intelektual dan dalam hal ini adalah mahasiswa salah satunya.
Disqus Comments