Kisruh yang berkepanjangan di tubuh PSSI telah berhasil mengaburkan substansi perbaikan wajah pesepakbolaaan nasional. Bahkan kisruh tersebut justru berbau politis, dan itu jelas-jelas terlihat secara kasat mata. Pemerintah pun seakan tidak kuasa mengatasi kisruh PSSI yang beberapa bulan belakangan menjadi isu terhangat di Indonesia, hingga tercium oleh FIFA. Kini, Nurdin Halid telah “dikartumerahkan” oleh FIFA sebagai pimpinan tertinggi di PSSI. Kemarin Komite Darurat FIFA mengambil sikap turun tangan secara langsung dalam proses rekonsiliasi agar wajah persepakbolaan Indonesia berjalan dengan benar. Hasilnya, Komite Darurat FIFA menganggap bahwa Nurdi Halid telah kehilangan kredibilitasnya di mata publik dalam mengontrol roda persepakbolaan Indonesia. Selain itu, Komite Darurat FIFA juga menemukan fakta bahwa Nurdin halid dan Nugraha Basoes tidak mampu mengejawantahkan Electoral Code Standar FIFA dalam menggelar kongres pembentukan Komite Pemilihan yang nantinya akan menggodok calon Ketum PSSI 2011-2015.
Dari beberapa fakta yang ditemukan Komite Darurat FIFA dalam tubuh PSSI sudah menjadi alasan yang cukup untuk segera melengserkan posisi Nurdin Halid di kursi PSSI. Selain itu, masyarakat Indonesia sepertinya juga sudah terlanjur muak dengan sikap serta kepemimpinan Nurdin Halid yang secara individu memang sudah cacat moral terkait kasus yang pernah menimpa dirinya, meski itu ternyata tidak dijadikan tolak ukur.
Kekeruhan dalam tubuh PSSI sebenarnya telah sekian lama mencuat di Tanah Air. Tapi, tarik ulur kepentingan terasa lebih dominan yang bermuara pada tarik ulur kepentingan politik kalangan tertentu yang menginginkan kursi PSSI berada dalam genggamannya. Akhirnya, PSSI pun semakin terpuruk serta kehilangan kredibilitasnya di mata publik sebagai institusi yang mengatur sekaligus mengontrol wajah persepakbolaan Indonesia. PSSI kacau, Timnas pun melempem dalam berbagai kompetisi, baik lokal maupun dalam ajang internasional. Prestasi Timnas di ajang internasional seperti tidak patut dibanggakan karena selalu mempertontonkan kekalahan, bahkan dengan skor telak.
Tidak sampai di situ. PSSI di bawah tangan Nurdin Halid telah berhasil mengukir wajah tidak mendahulukan sportivitas di setiap kompetisi lokal, yakni Liga Super Indonesia. PSSI di bawah naungan Nurdin telah gagal merangkul serta mengontrol Liga Primer Indonesia (LPI), dan poin ini merupakan salah satu alasan Komite Darurat FIFA menganulir kepemimpinan Nurdin di PSSI. Pun begitu, Nurdin sepertinya tetap teguh dengan pendiriannya dan dengan nada arogan mengatakan bahwa tugasnya dalam memajukan persepakbolaan Indonesia belum final setelah sekian lama ia memimpin PSSI. Nurdin, apa yang kau cari?
Sepakbola adalah salah satu olahraga terfavorit di seluruh jagad raya. Olahraga lapangan hijau ini telah mendunia bahkan nyaris digandrungi oleh setiap orang. Banyak hal yang dapat diperoleh dalam sepakbola, seni, sportivitas, solidaritas, kebersamaan, kekompakan, kerjasama adalah sederetan kecil hikmah yang dapat diambil dari permainan sepakbola. Maka tak heran jika kemudian negara-negara seperti Brasil dan Argentina menjadikan sepakbola sebagai kultur hidup, dan terbukti, berkat sepakbola negara-negara tersebut bersinar di mata dunia. Indonesia bisa saja seperti itu jika hal mendasar dalam persepakbolaan terorganisir dengan baik dan benar. Namun sungguh disayangkan, kita justru menemukan serta mempertontonkan hal terpahit dalam dunia persepakbolaan, kekisruhan, bahkan tidak hanya terjadi di lapangan tapi juga di institusi tertinggi persepakbolaan Indonesia, yakni PSSI.
Takut kehilangan jabatan adalah fenomena yang lumrah di Indonesia. Tak terkecuali Nurdin Halid. Ia seakan menutup mata dari borok di wajah persepakbolaan nasional yang nyaris saban hari dipertontonkan ke hadapan publik negeri. Padahal, gerakan sosial menuntut revolusi kepemimpinan PSSI sudah sedemikian gencar digerakan di seantaro negeri ini, bahkan tuntutan agara Nurdin turun pun juga menggema di luar negeri, Inggris, persisnya saat laga Manchester United versus Liverpool. Artinya, kepemimpinan Nurdin di PSSI sudah sedemikian buruk citranya hingga ke mancanegara. Lantas apa lagi yang patut dipertahankan dari sosok Nurdin?
Sebagai rakyat biasa, kita tak henti-hentinya akan terus berharap terjadinya perbaikan secara total dalam tubuh PSSI. Sehingga wajah persepakbolaan kita menjadi hal yang patut sekaligus pantas dibanggakan, karena sepakbola mengajarkan kita akan segalanya meski ia hanya sebatas olahraga namun ia mampu memberikan banyak makna bagi kesatuan dan solidaritas untuk semuanya. Begitulah