Idealnya,
proses pendidikan harus mampu menyentuh ke dalam segala bidang sebagai bahan
pertimbangan sebelum mengeluarkan kebijakan. Isu kesetaraan jender adalah salah
satunya, agar hak masyarakat untuk memperoleh pendidikan tidak timpang dan
berat sebelah serta dapat merata. Namun, pada kenyataannya, isu kesetaraan
jender dalam bidang pendidikan tampaknya masih saja mengalami masalah karena
pemerintah cenderung kurang begitu memperhatikan aspek lain yang sebetulnya
dibutuhkan untuk keberlangsungan proses pendidikan secara merata dan adil.
Sejauh ini, pemerintah telah menggalakan
kewajiban pendidikan dasar sembilan tahun. Ini kebijakan positif untuk
kematangan dan produktifitas siswa dalam proses menempuh jenjang pendidikan
sehingga nantinya siswa benar-benar menjadi individu yang berkualitas, baik
secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Hanya saja problemnya saat ini
ialah terkait dengan perhatian pemerintah yang kurang jeli memperhatikan aspek
lain dari kebijakan itu. Pemerintah kita hanya terfokus pada pengembangan
pendidikan formal serta terbatas pada usia produktif semata. Sedangkan
pendidikan informal bagi mereka yang berusia nonproduktif cenderung
dikesampingkan dan celakanya, perempuan malah justru yang lebih banyak jadi
korban.
Hal ini terkait undang-undang pernikahan yang
memperbolehkan perempuan menikah minimal usia 16 tahun. Dalam satu diskursus,
undang-undang ini akan mengakibatkan tingginya angka putus sekolah di kalangan
perempuan dan tingginya angka drop
out perempuan pada pendidikan
formal. Dari sini, kita dapat mengambil satu kesimpulan bahwa ada bentuk
ketidakadilan jender dalam kasus ini jika kita mengacu pada sebuah definisi
bahwa ketidakadilan jender ialah suatu sistem dan struktur (baca: kebijakan)
yang menempatkan perempuan sebagai korban dari sistem tersebut.
Terlepas dari itu, pendidikan adalah untuk
jangka panjang. Jika terdapat suatu permasalahan tentu akan menghambat proses
pendidikan yang seharusnya berbasis pada keadilan bagi semua, sebab, pendidikan
merupakan modal utama dan memiliki peran strategis untuk kehidupan di masa
mendatang.
Ada sejumlah janji pemerintah dalam bidang
pendidikan yang masih belum terealisasikan. Salah satunya ialah terkait dengan
janji untuk menyediakan pendidikan yang menyetarakan jender karena masih
terganjal oleh undang-undang pernikahan yang memperbolehkan perempuan menikah
di usia 16 tahun, padahal, secara ideal, usia tersebut merupakan masa yang
produktif untuk sekolah atau menuntut ilmu.
Menyikapi hal ini, pemerintah dituntut untuk
lebih komprehensif dalam mengeluarkan kebijakan pendidikan. Pendidikan formal
memang perlu diperhatikan secara serius, tapi bukan berarti pendidikan
nonformal lantas dipandang sebelah mata, sebab ini menyangkut hak masyarakat
untuk memperoleh pendidikan. Artinya, pendidikan nonformal patut bagi
pemerintah untuk memberikan porsi perhatian, begitu pula pendidikan nonformal
bagi mereka yang telah berusia nonproduktif agar memiliki bekal pendidikan yang
cukup sebagai modal utama.
Kebijakan pengarusutamaan jender dalam bidang
pendidikan sebaiknya tidak hanya berbicara pada pendidikan formal semata. Sebab,
seringkali kita cenderung agak terlalu sempit dalam memahami dan mencerna
wacana pengarusutamaan jender dalam bidang pendidikan yang hanya diterjemahkan
ke dalam pendidikan formal, padahal masih ada ruang yang lebih luas daripada
itu, yang sesungguhnya juga mencakup pendidikan. Dalam pemahaman sempit kita,
pengarusutamaan jender dalam bidang pendidikan hanya terbatas pada pemberlakuan
kedailan jender dalam pendidikan dan menghilangkan pembedaan pada peserta
didik, mengupayakan keadilan jender di kalangan staf dan pimpinan, serta
meredam sebab-sebab terjadinya kekerasan dan diskriminasi melalui materi
pengetahuan yang diajarkan, proses pembelajaran yang dilakukan, dan menentang
segala ide dan pemikiran yang mengandung stereotip negatif. Ini hanya berlaku
dalam pendidikan formal sedangkan aspek di luar itu, yang sebenarnya juga
menyangkut proses pendidikan (baca: pendidikan nonformal) terabaikan, bahkan
dianggap tidak penting serta relevan.
Menyikapi pemahaman ini, pemerintah perlu
mengkaji lebih teliti tentang kesetaraan jender dalam bidang pendidikan. Hal
ini dimaksudkan agar masyarakat seimbang dalam memperoleh salah satu haknya
sebagai warga negara, yakni mengenyam pendidikan. Sebagai catatan, memperoleh
pendidikan tidak hanya semata-mata pendidikan formal, tapi juga bisa didapatkan
dalam pendidikan nonformal, terutama bagi mereka yang telah menginjak usia
nonproduktif.