Wednesday, 12 December 2012

Antiklimaks Kebijakan SNMPTN?



Kebijakan tentang Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri sepertinya mengalami antiklimaks setelah Mendiknas memutuskan membuka jalur undangan pada tahun 2013 untuk SNMPTN, dan Seleksi Mandiri Bersama untuk jalur ujian tulis yang akan diselenggarakan oleh Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri.
Kebijakan ini akan berlaku tahun depan dengan daya tampung untuk SNMPTN sekitar 150.000 kursi atau 50 persen dari jumlah total kursi bagi mahasiswa baru yang mencapai 300.000 kursi, sementara untuk jalur ujian tulis di SMB 30 persen, dan adapun 20 persen lainnya dari calon mahasiswa akan diperoleh melalui jalur mandiri yang dilaksanakan masing-masing PTN. (Kompas/11/12/12).
Secara spesifik, SNMPTN dan SMB dibedakan. SNMPTN dikhususkan bagi siswa yang memiliki prestasi akademik atas rekomendasi kepala sekolah, sedangkan SMB dikhususkan bagi siswa yang memiliki prestasi non-akademik.
Kabar baik dari kebijakan ini adalah dibebaskannya siswa dari biaya pendaftaran. Dan alokasi anggaran dari kebijakan ini diambil dari APBN. Seperti yang kita ketahui bersama, selama ini biaya SNMPTN terbilang cukup mahal, sehingga terkesan sulit untuk masuk ke perguruan tinggi.
Melihat kebijakan ini sekilas agak mencerahkan dunia pendidikan. Namun, ada dua hal yang patut menjadi perhatian untuk dijadikan sebagai kajian ulang, yaitu kaitannya dengan SNMPTN jalur undangan yang menjadikan hasil Ujian Nasional sebagai penentu masuk PTN. Kedua, apakah kebijakan ini akan mewakili siswa yang berasal dari pedalaaman?
Pertama, hasil Ujian Nasional (UN) jadi syarat masuk PTN. Hasil UN yang disertai dengan standar nilai yang dijadikan sebagai syarat kelulusan, seperti setiap mata pelajaran minilam harus mencapai nilai 5,5, justru melahirkan berbagai praktek kecurangan di mana-mana. Demi memperoleh nilai kelulusan, 5,5 yang sesuai dengan Permendiknas Nomor 75 tahun 2009 silam, siswa bahkan rela melakukan apa saja, meski harus menerabas norma dan etika, seperti mencontek dan lain sebagainya. Citra UN pun sempat jatuh di mata publik.
Dalam pada itu, inilah wujud nyata dari wacana nilai UN menjadi salah satu syarat masuk ke Perguruan Tinggi Negeri. Sebelumnya, Menteri Pendidikan Muhammad Nuh mengatakan bahwa ide ini terinspirasi oleh digunakannya nilai UN pada jenjang pendidikan SD-SMP sebagai prasyarat untuk melanjutkan ke SLTA. Sedangkan semangat dari wacana yang awalnya akan diterapkan tahun ini, adalah keinginan Kemendiknas pengintegrasian serta upaya penyatuan sistem di lembaga-lembaga pendidikan negeri, namun kenyataannya wacana ini menjadi kebijakan yang akan diterapkan tahun depan.
Kedua, menimbang siswa yang berasal dari sekolah di pedalaman. Tak sedikit kalangan yang khawatir jika mekanisme seleksi justru lebih banyak menguntungkan siswa yang berasal dari perkotaan karena sekolah-sekolah favorit lebih banyak terdapat di kota-kota besar. Dan untuk menghindari hal ini, maka pemerintah sebaiknya melakukan olah data yang tepat sehingga siswa yang berasal dari pedalaman tidak tenggelam oleh sekolah-sekolah favorit yang bergelimpangan di kota-kota besar.
Disqus Comments