Tuesday 31 March 2015

Pensiun SAF dan Runtuhnya Mentalitas Juara United

Sir Alex Ferguson
Klub Manchester United (MU) adalah sebuah kecintaan dan kegemaran. Kecintaan dan kegemaran itu lahir dari kegilaan tentang dunia pesepakbolaan dunia, level Eropa khususnya. Ya, hanya sebuah kegemaran dan kegilaan semata, tak ada unsur fanatisme yang bersarang dalam diri laiknya kebanyakan penggila bola. Manchester United. Salah satu klub raksasa Liga Primer Inggris ini memang seringkali membuat jantung berdetak saat beradu fisik dan tehnik di lapangan hijau.

Mentalitas juara MU sudah barang tentu tak perlu dipertanyakan dan diperdebatkan lagi di tanah Eropa. Termasuk di EPL, 20 tropi adalah bukti ketangguhan mental juara itu. Bukan bermaksud menafikan tim dan klub lain, soal juara MU adalah jagonya meski beberapa musim belakangan sedang terperosok sebagai dampak dari revolusi tim pasca ditinggal pergi Sir Alex Ferguson (SAF).

Perginya si opa dari kursi kepelatihan MU benar-benar menjadi bencana besar. Akibatnya, David Moyes yang ditunjuk menggantikan Fergie tak sanggup bertahan lama di kursi kepelatihan. Moyes dipecat! MU pun makin terpuruk. Kejam! Manajemen klub pun panik. Belanja pemain juga tak luput dari kepanikan. Semua melalui jalan pintas demi mengembalikan citra klub. Juan Mata dan Maraoune Fellaini adalah dua nama pemain hasil belanja panik itu.

Kesuksesan memang tak didapatkan dengan singkat. Kedua pemain itu gagal membantu MU mengangkat peforma klub di musim pertamanya. Namun, di bawah asuhan Louis Van Gaal, yang menggantikan posisi Moyes, keduanya kini malah justru sedang bagus-bagusnya. Meski begitu, MU masih belum kembali ke habitatnya sebagai penghuni big four di EPL. Tampilnya revolusi Manchester City membuat persaingan di EPL semakin menukik. Menurut saya, ada satu hal penting borok di balik runtuhnya rezim MU di kasta tertinggi Liga Inggris. Ya, tradisi tambal sulam pemain MU yang kini jadi problem krusial.

Hanya karena ambisi mengembalikan peforma tim, MU kini gemar jual-beli pemain. Luis Nani, Tom Cleverley, Nemaja Vidic, Danny Welbeck, Javier Hernandez, Patrice Evra, Anderson, Darrent Fletcher, hingga Ferdinand adalah sejumlah punggawa penting MU yang kini sudah tak tampak lagi di starting eleven pasukan Old Trafford.

Mereka semua dilego demi satu misi, mengembalikan MU ke puncak tertinggi dan meraih juara. Namun, kenyataannya tetap sama, kesuksesan membutuhkan waktu dan proses. Tidak semerta-merta, praktis dan instan. Faktanya, sejumlah pemain bintang kelas dunia didaratkan di Old Trafford tetap belum mampu mengembalikan citra MU sebagai klub raksasa. Parahnya, MU kini sudah tak lagi ditakuti dan disegani lawan, bahkan oleh tim medioker sekalipun. Meski begitu, saya yakin mental juara MU tak akan pernah tergerus oleh jaman.

Rekrutan-rekrutan Setan Merah bisa dikatakan bagus di bawah asuhan Van Gaal. Sebut saja nama-nama macam Angel Di Maria, Radamel Falcao, Daley Blind, Marcos Rojo, Luke Shaw, Ander Herrera hingga Victor Valdes. Namun tetap saja, semua butuh proses. Berbagai analisa kelemahan United bermunculan. Ada sebagian bilang kelemahan terletak di sektor belakang, terutama bek, sebagian lain bilang pemain tengah atau gelandang kreatif, lainnya lagi bilang pelatih. Bla.. Bla.. Bla.!

Pensiunnya SAF, singkatan Sir Alex Ferguson, seperti jadi lonceng kematian mentalitas juara Iblis Merah di pentas EPL maupun di level Eropa. Selain faktor itu, tambal sulam pemain United bisa dibilang indikator lain terpuruknya Rooney dkk. Kita lihat di masanya SAF, meski aktifitas transfer pemain merupakan sebuah keniscayaan -karena sepakbola tak luput dari aspek bisnis- tetapi SAF tidak jor-joran dalam hal rekrutmen pemain baru.

Hal itu murni demi menjaga keseimbangan skuad di atas lapangan ketika bertanding maupun di ruang ganti. Kini, harapan satu-satunya kebagkitan MU ialah faktor LvG yang sarat pengalaman menangani sebuah klub dan tim. Tak mudah memang bagi sang meneer mencari formula dan pola ideal permainan MU karena strategi SAF dinilai terlalu klasik dan mainstream. Lebih-lebih di era sepakbola modern, pola permainan sepakbola tampak lebih oportunis, sehingga LvG yang notabene suka dengan penguasaan bola menghadapi tantangan yang cukup rumit.

Tren positif permainan MU di bawah tangan LvG menjelang akhir-akhir musim 2014/2015 menghadirkan optimisme dan keyakinan kuat bahwa eks pelatih timnas Belanda itu telah menemukan pola ideal untuk menukangi United. Kita tunggu kebangkitan MU. Glory glory United!!
Disqus Comments