Wednesday, 5 December 2012

Raja Dangdut Nyapres, Masyarakat Protes


Siapa yang tak kenal dengan Rhoma Irama. Sosok pedangdut yang sangat populer di masanya itu telah mengantarkan dirinya menjadi raja dangdut yang legendaris. Di mata masyarakat tanah air, Rhoma memang bukanlah sosok yang asing, melalui musik dangdut, ia memperoleh tempat tersendiri di hati para pecinta lagu dangdut khas Rhoma Irama. Semboyan paling terkenal yang selalu digemborkan Rhoma semasa manggung adalah dakwah melalui musik dangdut agar pesan dakwah dapat tersampaikan kepada masyarakat luas. (Nada dan Dakwah).!
Popularitas Rhoma Irama ternyata belum habis. Dan kini, raja dangdut ini mendadak populer kembali dan menjadi buah bibir di mana-mana, serta di setiap sudut masyarakat lantaran beberapa waktu lalu keluar pernyataan bahwa dirinya siap dicalonkan menjadi presiden Indonesia, padahal kiprah bang haji di dunia musik dangdut dapat dikatakan memang telah redup seiring arus dunia industri permusikan tanah air yang telah beralih ke musik-musik pop. Dan meski faktanya demikian, tetapi Rhoma Irama tetap akan menjadi legenda musik dangdut yang tak tergantikan, terlebih dirinya sudah dinobatkan sebagai raja dangdut.
Pernyataan Rhoma yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden sontak bombastis, dan sebagian besar mencemooh serta dianggap sebagai sebuah lelucon. Mengapa demikian, karena Rhoma adalah raja dangdut.! Pertanyaan reflektifnya, salahkah jika seorang raja dangdut berubah haluan menjadi sosok pemimpin negara?
Seorang artis menjadi politisi mungkin bukanlah suatu perkara yang aneh dan nyeleneh. Faktanya, di tingkatan parlemen, tak sedikit deretan para artis yang berhasil duduk di kursi DPR, yang dahulunya juga hampir sama kiprahnya dengan bang haji di dunia entertainment. Ada mantan aktris sinetron, bintang film, pelawak, sutradara, dan lain-lain, sebut saja Eko Patrio, Angelina Sondakh, Primus Yustisio, Tere, Ruhut Poltak Sitompul, dan lain sebagainya, bahkan ada pula deretan nama lainnya seperti Dede Yusuf, Diky Chandra, yang telah berkiprah menjadi wakil gubernur, dan kini muncul lagi Dedi Mizwar yang akan bertarung di Jawa Barat. Dengan kata lain, secara politik mereka sah-sah saja menduduki kursi kepemimpinan negara karena masing-masing anak negeri ini memiliki hak politik yang sama. Hanya saja, mungkin, bagi masyarakat untuk posisi presiden masih terlalu tinggi untuk ukuran seorang eks artis, namun bukan berarti mustahil.
Rhoma punya modal apa?
Pengakuan masyarakat terhadap sosok Rhoma sebagai raja dangdut memang tak terbantahkan. Pesan-pesan moral dari lagu-lagu raja dangdut merupakan ciri khas lainnya dari cara bermusik yang dibawakan Rhoma memang begitu adanya. Misi dakwah melalui musik dangdut merupakan idealisme yang dibawakannya tiap kali melantunkan lagu-lagu dangdut hasil ciptaannya sendiri, bahkan tak hanya itu, untuk mempertegas bahwa lagu-lagunya sebagai misi dakwah, tema bertajuk Nada dan Dakwah berhasil dilayar-lebarkan dalam salah satu filmnya saat itu.
Jika memang misi dakwah ini yang melatari Rhoma ingin mencalonan diri sebagai presiden, maka sulit rasanya untuk mengatakan ia akan memperoleh dukungan yang kuat secara politik dari publik negeri. Sebab, dakwah dan politik adalah dua konteks yang berbeda. Tak tahu jika kemudian uang yang berbicara, sebab, tradisi politik yang berkembang di tanah air, atau bahkan di negara manapun, cenderung berpihak kepada mereka yang mempunyai dan menggunakan kuasa uang sebagai sumber kekuatan.
Di samping itu, pengakuan publik terhadap kapasitas serta integritas seorang pemimpin adalah salah satu faktor yang paling substansial. Masyarakat memberikan suatu penilaian terhadap pantas atau tidaknya seseorang menjadi pemimpin tergantung kapasitas dan integritasnya, dalam arti, masyarakat kita telah memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dalam memberikan suatu penilaian terhadap sosok calon pemimpin dengan harapan tidak salah pilih.
Dalam konteks ini, bagi sebagian masyarakat, sosok Rhoma dianggap tidak representatif untuk memimpin negara sehingga cemoohan berdatangan dari berbagai sudut. Dan bagi mereka, pernyataan Rhoma yang ingin mencalonkan diri untuk menjadi seorang pemimpin hanyalah sebuah lelucon, serta dianggap main-main. Di sinilah letak pentingnya opini, pengakuan serta penilain masyarakat terhadap sosok seorang pemimpin. Jadi, peran masyarakat dalam menentukan seorang pemimpin bukan hanya dalam hal coblos mencoblos nama, tetapi pengakuan dan penilaian terhadap sosok calon pemimpin merupakan sisi yang dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat yang notabene sebagai pemilih sekaligus penentu. Dan, ada baiknya jika Rhoma kembali mendendangkan dangdutnya yang khas dengan pesan moral itu.
Disqus Comments