Siapa
yang tak kenal dengan Rhoma Irama. Sosok pedangdut yang sangat populer di
masanya itu telah mengantarkan dirinya menjadi raja dangdut yang
legendaris. Di mata masyarakat tanah air, Rhoma memang bukanlah sosok
yang asing, melalui musik dangdut, ia memperoleh tempat tersendiri di
hati para pecinta lagu dangdut khas Rhoma Irama. Semboyan paling
terkenal yang selalu digemborkan Rhoma semasa manggung adalah dakwah
melalui musik dangdut agar pesan dakwah dapat tersampaikan kepada
masyarakat luas. (Nada dan Dakwah).!
Popularitas
Rhoma Irama ternyata belum habis. Dan kini, raja dangdut ini mendadak
populer kembali dan menjadi buah bibir di mana-mana, serta di setiap
sudut masyarakat lantaran beberapa waktu lalu keluar pernyataan bahwa
dirinya siap dicalonkan menjadi presiden Indonesia, padahal kiprah
bang haji di dunia musik dangdut dapat dikatakan memang telah redup
seiring arus dunia industri permusikan tanah air yang telah beralih
ke musik-musik pop. Dan meski faktanya demikian, tetapi Rhoma Irama
tetap akan menjadi legenda musik dangdut yang tak tergantikan,
terlebih dirinya sudah dinobatkan sebagai raja dangdut.
Pernyataan
Rhoma yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden sontak bombastis,
dan sebagian besar mencemooh serta dianggap sebagai sebuah lelucon.
Mengapa demikian, karena Rhoma adalah raja dangdut.! Pertanyaan
reflektifnya, salahkah jika seorang raja dangdut berubah haluan
menjadi sosok pemimpin negara?

Rhoma
punya modal apa?
Pengakuan
masyarakat terhadap sosok Rhoma sebagai raja dangdut memang tak
terbantahkan. Pesan-pesan moral dari lagu-lagu raja dangdut merupakan
ciri khas lainnya dari cara bermusik yang dibawakan Rhoma memang
begitu adanya. Misi dakwah melalui musik dangdut merupakan idealisme
yang dibawakannya tiap kali melantunkan lagu-lagu dangdut hasil
ciptaannya sendiri, bahkan tak hanya itu, untuk mempertegas bahwa
lagu-lagunya sebagai misi dakwah, tema bertajuk Nada dan Dakwah
berhasil dilayar-lebarkan dalam salah satu filmnya saat itu.
Jika
memang misi dakwah ini yang melatari Rhoma ingin mencalonan diri
sebagai presiden, maka sulit rasanya untuk mengatakan ia akan
memperoleh dukungan yang kuat secara politik dari publik negeri.
Sebab, dakwah dan politik adalah dua konteks yang berbeda. Tak tahu
jika kemudian uang yang berbicara, sebab, tradisi politik yang
berkembang di tanah air, atau bahkan di negara manapun, cenderung
berpihak kepada mereka yang mempunyai dan menggunakan kuasa uang
sebagai sumber kekuatan.
Di
samping itu, pengakuan publik terhadap kapasitas serta integritas
seorang pemimpin adalah salah satu faktor yang paling substansial.
Masyarakat memberikan suatu penilaian terhadap pantas atau tidaknya
seseorang menjadi pemimpin tergantung kapasitas dan integritasnya,
dalam arti, masyarakat kita telah memiliki tingkat kecerdasan yang
tinggi dalam memberikan suatu penilaian terhadap sosok calon pemimpin
dengan harapan tidak salah pilih.
Dalam
konteks ini, bagi sebagian masyarakat, sosok Rhoma dianggap tidak
representatif untuk memimpin negara sehingga cemoohan berdatangan
dari berbagai sudut. Dan bagi mereka, pernyataan Rhoma yang ingin
mencalonkan diri untuk menjadi seorang pemimpin hanyalah sebuah
lelucon, serta dianggap main-main. Di sinilah letak pentingnya opini,
pengakuan serta penilain masyarakat terhadap sosok seorang pemimpin.
Jadi, peran masyarakat dalam menentukan seorang pemimpin bukan hanya
dalam hal coblos mencoblos nama, tetapi pengakuan dan penilaian
terhadap sosok calon pemimpin merupakan sisi yang dapat mempengaruhi
tingkat kepercayaan masyarakat yang notabene sebagai pemilih
sekaligus penentu. Dan, ada baiknya jika Rhoma kembali mendendangkan
dangdutnya yang khas dengan pesan moral itu.