Saturday 24 January 2015

WHEN NOVEMBER RAIN

Hati Yang Terbeli

Hati adalah salah satu komponen terhalus di dalam seluruh komponen-komponen diri manusia setelah jiwa. Jika jiwa tak bertempat, lain halnya dengan hati yang mempunyai tempat tersendiri di dalam tubuh manusia. Hati dan jiwa adalah dua sisi yang berbeda. Hati bisa berubah-ubah, jiwa tidak.
Dalam pemahaman Islam, hati itu dikatakan qalbu. Dinamakan qalbu untuk menunjukkan bahwa hati manusia bisa berubah-ubah setiap saat sesuai respon yang datang dari eksternal. Ketika ada peristiwa terjadi di alam nyata, maka hati adalah satu-satunya komponen yang ada di dalam diri manusia yang pertama kali merespon lalu menjalar ke mata, pikiran dan disimpulkan oleh perilaku atau tindakan.
Dinamika pergolakan hati benar-benar tampak pada diri Wulan. Sore kali ini, penulis melihat perubahan sikapnya setelah pertengkaran kami malam itu. Penulis bahkan tak mampu mengungkapkan kebahagiaan hati melihat perubahan sikap Wulan itu karena apa yang diharapkan penulis perlahan mulai terlihat nyata pada diri Wulan. Dia mulai respon. Ya, respon positif.
Wulan mulai mengirimkan dan membalas pesan kepada penulis seperti sedia kala. Penulis begitu bahagia, meski masih sedikit khawatir jika kekecewaan Wulan masih tersisa, dan kalau-kalau luka itu berdarah lagi. Untuk itu, penulis lebih berhati-hati dalam berkata dan bersikap kepadanya.
Hati penulis seperti telah terbeli. Ya, terbeli oleh apa yang disebut cinta. Cinta, seperti telah menjadi alat tukar yang sah untuk membeli hati. Begitu penulis menterjemahkan perasaan cinta yang tumbuh di dalam diri penulis terasa sudah resmi dibeli oleh Wulan, meski transaksi simbolik tak pernah terjadi. Namun, hati penulis serasa telah terpaut sekaligus dimiliki secara sah oleh Wulan, sebab hati penulis selalu terisi oleh satu nama, Wulan. Tak sesiapapun selain nama itu. Kalau ada yang bilang Tuhan, maka penulis di sini tidak sedang melibatkanNya.
Kata maaf yang tak terucap dari Wulan setelah perlakuan khilaf penulis malam itu telah menjadi angin segar yang serasa membawa penulis terbang melayang ke surga. Penulis sungguh berbahagia. Iya, bahagia.
"Andaikan dia berada di sini, saat ini, niscaya takkan kubiarkan dia beranjak pergi walau hanya sejengkal," batin penulis.
Sore ini, penulis melemparkan pujian kepada Wulan. Dia terus menepis pujian-pujian dari penulis.
"Aku nggak cantik mas," kata dia.
"Di mataku, kamu cantik nduk. Kalau nggak cantik, mana mungkin bisa sampai jatuh hati," ujar penulis merayu.
"Jujur, aku nggak cantik," tegas Wulan.
"Ya sudah, nggak apa-apa. Terserah kamu mau bilang apa, yang jelas aku punya penilaian begitu. Cantik wajahnya, cantik pula hatinya," penulis membenarkan.
"Aku nggak peduli kamu mau bilang apa, yang pasti aku sudah jatuh hati sama kamu, dan salah satu faktornya adalah karena kecantikanmu," lanjut penulis.
Wulan pasrah mendengar pernyataan penulis itu. Kondisi itu penulis manfaatkan untuk terus mengungkapkan perasaan penulis.
"Yang terpenting lagi bagi aku adalah cinta. Modalku sederhana, aku cinta sama dia dan dia juga mencintai aku, itu saja sudah lebih daripada cukup," ungkap penulis.
Wulan tak memberikan tanggapan kecuali hanya mengirimkan emot jempol pertanda setuju dengan pernyataan penulis itu.
Hubungan penulis dengan Wulan perlahan mulai mencair setelah sempat bersitegang selama dua hari akibat peristiwa malam itu. Penulis berusaha untuk tak lagi mengingat-ingat pertikaian tersebut agar tak menjadi luka yang terus berdarah. Sebab, mau bagaimanapun, peristiwa malam itu telah membuat perih perasaan dan pikiran.
Begitu pula Wulan, seperti pengakuannya, dia tak mau lagi mengingat-ingat kejadian itu dan meminta tuk dilupakan saja.
Perasaan cinta nyatanya telah mampu menembus sekat-sekat perselisihan berubah wujud menjadi perdamaian dan kedamaian. Cinta adalah perilaku tak sadar yang mampu meruntuhkan sikap kedirian yang egoistis, sebuah sikap yang lahir akibat ingin menang sendiri, tak mau disalahkan dan besar kepala.
Lebih lanjut, cinta adalah perilaku yang mampu membuka pintu maaf bagi siapa saja yang ia cinta dan kasihi. Mengapa selalu demikian? Ya, karena pecinta akan selalu melindungi hati, perasaan dan perilaku orang yang dicintainya. Mustahil rasanya pecinta akan menyakiti orang yang dicintainya, karena cinta hanya menawarkan kedamaian, ketenangan, saling melindungi serta saling mengasihi.

Atas dasar itulah mengapa cinta memang tak pantas dipersalahkan. Sebab, pada prinsipnya cinta adalah sang pembeli hati untuk dimiliki dan dijaga agar tumbuh serta berkembang demi terjalinnya pertalian yang harmonis antara dua jenis manusia yang berbeda. Inilah hakikat cinta yang sebenarnya. Lanjut...
Disqus Comments