Hati
Yang Terbeli
Hati
adalah salah satu komponen terhalus di dalam seluruh komponen-komponen diri
manusia setelah jiwa. Jika jiwa tak bertempat, lain halnya dengan hati yang
mempunyai tempat tersendiri di dalam tubuh manusia. Hati dan jiwa adalah dua
sisi yang berbeda. Hati bisa berubah-ubah, jiwa tidak.
Dalam pemahaman Islam, hati itu dikatakan qalbu.
Dinamakan qalbu untuk menunjukkan bahwa hati manusia bisa berubah-ubah setiap
saat sesuai respon yang datang dari eksternal. Ketika ada peristiwa terjadi di
alam nyata, maka hati adalah satu-satunya komponen yang ada di dalam diri
manusia yang pertama kali merespon lalu menjalar ke mata, pikiran dan
disimpulkan oleh perilaku atau tindakan.
Dinamika
pergolakan hati benar-benar tampak pada diri Wulan. Sore kali ini, penulis
melihat perubahan sikapnya setelah pertengkaran kami malam itu. Penulis bahkan
tak mampu mengungkapkan kebahagiaan hati melihat perubahan sikap Wulan itu
karena apa yang diharapkan penulis perlahan mulai terlihat nyata pada diri
Wulan. Dia mulai respon. Ya, respon positif.
Wulan
mulai mengirimkan dan membalas pesan kepada penulis seperti sedia kala. Penulis
begitu bahagia, meski masih sedikit khawatir jika kekecewaan Wulan masih
tersisa, dan kalau-kalau luka itu berdarah lagi. Untuk itu, penulis lebih
berhati-hati dalam berkata dan bersikap kepadanya.
Hati
penulis seperti telah terbeli. Ya, terbeli oleh apa yang disebut cinta. Cinta,
seperti telah menjadi alat tukar yang sah untuk membeli hati. Begitu penulis
menterjemahkan perasaan cinta yang tumbuh di dalam diri penulis terasa sudah
resmi dibeli oleh Wulan, meski transaksi simbolik tak pernah terjadi. Namun,
hati penulis serasa telah terpaut sekaligus dimiliki secara sah oleh Wulan,
sebab hati penulis selalu terisi oleh satu nama, Wulan. Tak sesiapapun selain
nama itu. Kalau ada yang bilang Tuhan, maka penulis di sini tidak sedang
melibatkanNya.
Kata
maaf yang tak terucap dari Wulan setelah perlakuan khilaf penulis malam itu
telah menjadi angin segar yang serasa membawa penulis terbang melayang ke
surga. Penulis sungguh berbahagia. Iya, bahagia.
"Andaikan
dia berada di sini, saat ini, niscaya takkan kubiarkan dia beranjak pergi walau
hanya sejengkal," batin penulis.
Sore
ini, penulis melemparkan pujian kepada Wulan. Dia terus menepis pujian-pujian
dari penulis.
"Aku
nggak cantik mas," kata dia.
"Di
mataku, kamu cantik nduk. Kalau nggak cantik, mana mungkin bisa sampai jatuh
hati," ujar penulis merayu.
"Jujur,
aku nggak cantik," tegas Wulan.
"Ya
sudah, nggak apa-apa. Terserah kamu mau bilang apa, yang jelas aku punya
penilaian begitu. Cantik wajahnya, cantik pula hatinya," penulis
membenarkan.
"Aku
nggak peduli kamu mau bilang apa, yang pasti aku sudah jatuh hati sama kamu,
dan salah satu faktornya adalah karena kecantikanmu," lanjut penulis.
Wulan
pasrah mendengar pernyataan penulis itu. Kondisi itu penulis manfaatkan untuk
terus mengungkapkan perasaan penulis.
"Yang
terpenting lagi bagi aku adalah cinta. Modalku sederhana, aku cinta sama dia
dan dia juga mencintai aku, itu saja sudah lebih daripada cukup," ungkap
penulis.
Wulan
tak memberikan tanggapan kecuali hanya mengirimkan emot jempol pertanda setuju
dengan pernyataan penulis itu.
Hubungan
penulis dengan Wulan perlahan mulai mencair setelah sempat bersitegang selama
dua hari akibat peristiwa malam itu. Penulis berusaha untuk tak lagi
mengingat-ingat pertikaian tersebut agar tak menjadi luka yang terus berdarah.
Sebab, mau bagaimanapun, peristiwa malam itu telah membuat perih perasaan dan
pikiran.
Begitu
pula Wulan, seperti pengakuannya, dia tak mau lagi mengingat-ingat kejadian itu
dan meminta tuk dilupakan saja.
Perasaan
cinta nyatanya telah mampu menembus sekat-sekat perselisihan berubah wujud
menjadi perdamaian dan kedamaian. Cinta adalah perilaku tak sadar yang mampu
meruntuhkan sikap kedirian yang egoistis, sebuah sikap yang lahir akibat ingin
menang sendiri, tak mau disalahkan dan besar kepala.
Lebih
lanjut, cinta adalah perilaku yang mampu membuka pintu maaf bagi siapa saja
yang ia cinta dan kasihi. Mengapa selalu demikian? Ya, karena pecinta akan
selalu melindungi hati, perasaan dan perilaku orang yang dicintainya. Mustahil
rasanya pecinta akan menyakiti orang yang dicintainya, karena cinta hanya
menawarkan kedamaian, ketenangan, saling melindungi serta saling mengasihi.
Atas
dasar itulah mengapa cinta memang tak pantas dipersalahkan. Sebab, pada
prinsipnya cinta adalah sang pembeli hati untuk dimiliki dan dijaga agar tumbuh
serta berkembang demi terjalinnya pertalian yang harmonis antara dua jenis
manusia yang berbeda. Inilah hakikat cinta yang sebenarnya. Lanjut...