Saturday 24 January 2015

WHEN NOVEMBER RAIN


Muqoddimah Cinta
Sebait Doaku, Butiran Namamu

Ketika cinta menghiasi seluruh jiwa maka di saat bersamaan cinta tak dapat didefinisikan. Cinta bukanlah sebuah definisi, melainkan semata soal perasaan sang perasa.
Cinta itu dinamis. Kadang ia tampil secara rasional dan mudah dicerna, tetapi di lain waktu ia tampil dalam bentuk yang sulit dinalar. Orang bilang cinta itu buta karena ia sering datang tanpa terkira dan diduga. Cinta yang kadang datang tak terduga itu dianggap dalil sahih tuk mempertegas bahwa cinta memang buta. Kata mereka. Stop!
Lativah Wulandari.
Nama itu seketika menjadi tenar dan populer di dalam hati dan pikiran belakangan ini. Menyebut dan mengeja nama itu, sama artinya kita sedang melantunkan sebuah doa. Karena memang nama itu mengandung doa. Hanya saja, doa dianggap lebih afdol jika dilafadzkan dalam sebuah ritual suci bernama ibadah.
Lativah Wulandari.
Nama itu belakangan membuat hati merasakan getaran hebat, pikiran berkecamuk. Belum saja sempat berjumpa, tetapi sosoknya seakan telah menjelma dalam bayang-bayang khayalan, imajinasi dan impian bagai bidadari yang datang tak pernah diundang. Ya, bidadari adalah sebuah pemberian Ilahi kepada orang yang mempunyai hati yang bersih dan suci seumpama sufi.
Lativah Wulandari.
Dara muda ini mungkin saja titisan bidadari, atau mungkin salah satu dari bidadari-bidadari itu sendiri yang telah disediakan Tuhan. Ya, bidadari yang diturunkan ke muka bumi tuk menemai hati dan jiwa suci, murni lagi tulus dalam balutan cinta. Kalau memang demikian, maka beruntunglah daku, sebab dia pernah hadir dalam mimpi-mimpiku. Dalam mimpi itu, dia datang bak bidadari yang penuh pesona, berikan mawar cinta, kehadirannya membawa ketenangan di jiwa, ingin sekali kuraih dirinya lalu membawanya pergi ke duniaku.
Lativah Wulandari.
Kusebut namamu malam ini, lalu kujadikan rindu. Di mana bayangan dirimu? Di altar mana engkau bersemayam aduhai sang bidadari?
Berawal dari November, kisah cinta ini disaksikan butiran-butiran hujan yang turun membasahi bumi. Kegersangan seketika sirna. Hewan-hewan berpesta pora, tumbuh-tumbuhan hidup dan bunga mekar dan merekah kembali, manusia terlelap dalam kedinginan.
November rain.
Tak ubahnya bumi dan tumbuhan, bunga cinta di hati pun mulai bersemi, tumbuh dan mekar. November adalah sebuah cerita dan kisah. November adalah sebuah inspirasi. November yang hujan adalah awal dari tumbuh dan berkembangnya bunga-bunga cinta. Bunga-bunga cinta yang bersemi itu diuraikan dengan seribu hingga berjuta kata serta untaian-untaian kalimat. Kata-kata dan kalimat-kalimat itu berubah menjadi butiran-butiran dan baris-baris doa yang dipanjatkan untuk kemudian diamini oleh segenap isi alam. Alam kemudian menjadi saksi, setelahnya masa melipat sebuah cerita dan kisah dalam lembaran-lembaran waktu yang tersimpan rapi di dalam memori, lalu dibungkus oleh harapan dan asa.
Harapan dan asa yang terpateri di dalam hati dan jiwa itu seraya berkumandang dalam setiap waktu yang berlalu. Setelah itu, lahirlah sebuah kerinduan, dan kerinduan itu menjelma menjadi sebuah doa, dan sebaris doa itu adalah butiran-butiran nama Lativah Wulandari.
Lativah Wulandari. Dara jelita.
Tulisan ini kupersembahkan kepadanya. Khusus untuknya, dan ditujukan padanya, tentang rasa, kerinduan, cinta, gejolak di jiwa, keyakinan, sehingga kelak aku akan datang memeluknya dalam dekapan hangat sehangat mentari, lewat jalinan cinta suci nan murni.
Lativah Wulandari.

Takdir cinta itu nanti akan menjadi milik kita berdua seutuhnya. Ya, hanya kita berdua, kita akan menciptakan kebahagiaan yang tak ada orang lain memilikinya selain kita berdua, dan hanya kita berdua. Lanjut.....
Disqus Comments