Saturday 24 January 2015

WHEN NOVEMBER RAIN

Respon Positif Wulan dan Resolusi 2015

Berhari-hari penulis masih menyimpan optimisme terhadap diri Wulan. Beribu kata cinta telah terucap, perasaan hati telah diungkap dan rasa-rasanya tak etis kalau harus menguraikannya berkali-kali. Namun, perasaan cinta kepada Wulan entah sudah berapa ribu kali diutarakan hingga diurai dengan berbagai retorika dan penjelasan.
Suatu ketika, Wulan pernah bilang jika dirinya merasa bosan mendengarkan ungkapan hati penulis.
“Kamu itu, setiap hari ngomongnya begitu terus. Bukti mana bukti? Ngomong doang, bosen aku dengernya terus,” ujar Wulan suatu ketika.
Mendengar teguran Wulan, membuat penulis jadi cerewet. Ya, cerewet menjelaskan dan menguraikan kata-kata dan kalimat-kalimat yang sama secara normatif. Penulis terpancing karena tak mau kehilangan momentum, sehingga perasaan penulis kepada Wulan itu terus dan terus diucapkan dengan alasan-alasan rasional. Bukan pembenaran, apalagi pembelaan. Itu semua murni ungkapan yang keluar langsung dari hati penulis. Sunggguh!
Wulan tampak mencari akhir-akhir ini. Sepertinya telah mulai muncul rasa percaya kepada penulis. Penulis pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan dan peluang langka itu. Meski begitu, penulis tetap berusaha menjaga irama agar nada-nada cinta ini tetap mengalun indah dalam senandung.
Benih-benih cinta tampaknya sudah mulai tumbuh dalam diri Wulan. Penulis merasakan getaran itu. Bahkan, suatu hari kepada penulis Wulan pernah meminta bukti nyata, benar-benar nyata agar dirinya benar-benar percaya.
Sekali lagi, ketidakpekaan penulis membaca kondisi membuat penulis justru larut dalam uforia lalu melupakan tempo yang harus tetap dijaga. Penulis hanya bisa merasakan tempo dari nada cinta itu semakin hari semakin kencang. Penulis mulai terbawa suasana lalu bingung harus berbuat apa. Padahal, bukti nyata adalah perkara mendesak yang harus dilakukan sebagai penegas perasaan cinta penulis yang mulai direspon positif oleh Wulan.
Saat ini, Wulan sedang berada di rumah, Wonosari. Dia memutuskan untuk mengakhiri tahun 2014 bersama-sama keluarganya di kampung halaman. Kebetulan, kata dia suatu hari, aktivitas kampus sedang libur. Ya, libur dalam rangka menyambut tahun baru 2015 yang jatuh pada hari Kamis.
Suasana malam tahusn baru kali ini di Indonesia, Jogja khususnya tak begitu meriah semeriah tahun-tahun sebelumnya. Di tahun ini cenderung sepi. Menurut penulis pribadi penulis sih, mungkin penulis terbawa perasaan, ya hanya perasaan penulis saja, karena penulis memutuskan tidur lebih awal sembari berharap bangun-bangun tahun sudah berganti.
Sementara itu, seperti dikatakan Wulan, dia menghabiskan malam tahun baru bersama keluarga tercinta. Entah ke mana, penulis tak menanyainya.
Sebelum tahun berganti, penulis dan Wulan nyaris saban hari telpon-telponan. Ada sejumput rindu yang mulai terbesit di dalam hati Wulan terhadap penulis sehingga dirinya ingin selalu bicara dengan penulis lewat telpon genggam. Tanda-tanda itu nampak sekilas karena dia selalu menyempatkan diri, mencuri-curi waktu tuk menerima telpon dari penulis meski sedang sibuk dengan berbagai pekerjaan rumah.
Pernah suatu hari ketika dirinya sedang memilih antah beras Wulan menyempatkan diri terima telpon dari penulis. Saat itu, Wulan sedang mengerjakan pekerjaan dari ibunya, tetapi dia akui tak merasa terganggu ketika penulis telpon. Malah justru senang karena penulis menemaninya lewat telpon. Jadilah kami berbincang-bincang rileks diselingin canda tawa yang mampu menumpahkan segenap kerinduan di jiwa kami. Sore itu, betapa bahagianya kami.
Sejak sore itu, rasa optimisme penulis bahwa Wulan akan menerima diri penulis sebagai kekasihnya dipertegas oleh senja yang menjingga dan mega-mega yang membentang cerah di ufuk barat. Matahari berpulang ke pelukan malam dan burung-burung terbang juga berpulang ke pangkuan malam. Malam adalah waktu berpulang, berteduh dan meneduhkan diri dan jiwa. Malam, selalu membawa ketenangan dan kedamaian, meski gelap tetapi rambulan selalu setia menemani, memberikan kehangatan pada malam. Begitu pula hanya penulis, suatu hari nanti, hati ini akan larut dalam rangkuhan dan pelukan Wulan. Seperti hanya rembulan yang selalu meneduhi serta menyinari suasana malam, begitu pula lah seorang Wulan yang tersirat dan terpanjat sebait doa dalam butiran namanya, Wulandari. Kelak, khayal penulis, Wulan adalah tempat jiwa penulis, satu-satunya tempat yang mampu memberikan segenap ketenangan dan kedamaian. Ya, dalam pelukan dan rengkuhan bulan purnama yang rupawan bernama Lativah Wulandari.
Ya, penulis begitu yakin, setidak-tidaknya Wulan telah memberikan jawaban yang diharapkan penulis di tahun 2015.

Kamis, 1 Januari 2015.
Tak terasa, tahun telah berganti. Pergantian itu sesuai dengan hitungan angka-angka yang merangkak naik. Setelah 2014, dipastikan 2015 setahun setelahnya. Begitu seterusnya, angka-angka tahun itu akan bertambah naik setahun demi setahun, perlahan tetapi pasti. Ya, begitulah takdir alam alias sunnatullah serta siklus kehidupan bumi.
Yaeh, alam memang punya takdir tersendiri. Tak berbeda kiranya dengan takdir sosiologis manusia penghuni bumi. Takdir sosial kehidupan manusia itu berupa hidup berpasang-pasangan antara dua jenis manusia yang berbeda, pria dan wanita. Sebuah takdir yang telah tertulis dan telah menjadi kebutuhan manusia yang tak dapat disangkal.
Di hari pertama 2015, penulis menelpon Wulan paginya. Kami berdua memperbincangkan tentang resolusi, tepatnya target yang ingin dicapai di tahun baru. Atas nama perubahan, kebaikan adalah satu-satunya asa dan harapan seseorang. Perubahan yang ingin dicapai adalah perubahan diri agar menjadi manusia yang lebih baik lagi dari hari-hari, bulan-bulan serta tahun-tahun sebelumnya.
Penulis menanyakan apa resolusi Wulan di tahun baru ini. Begitu pula sebaliknya Wulan bertanya kepada penulis.
“Aku ingin menjadi lebih baik lagi di tahun baru ini. Aku berharap semua cita-citaku tercapai, menjadi pribadi yang bisa bermanfaat bagi kedua orang tuaku, membahagiakan mereka dengan cara menunaikan kewajiban yang sedang mereka emban kepadaku. Lebih rajin sholat malam. Semua masalahku selesai,” begitu Wulan.
“Resolusinya kurang kongkret,” cetus penulis menanggapi.
“Kurang kongkret gimana sih mas?,” tanya Wulan balik.
“Ya, lebih kongret lagi nduk. Misalnya, tahun ini kamu harus lulus,” celetuk penulis.
“Oh iya mas, aku pengennya tahun ini udah lulus, terus kalau ada kesempatan aku studi lagi ke jenjang yang lebih tinggi,” ujarnya.
“Nggak ada rencana menikah?,” penulis menimpali.
Mendengar pertanyaan penulis itu, Wulan tertawa. Wulan, dengan nada-nada malu mengatakan hal itu masih relatif jauh dari pikirannya. Lebih lanjut dia menjawab dengan diplomatis tentang perihal itu.
“Lulus aja belum, udah nanya nikah. Ngawur, belum kepikiran ah, lulus dulu, kerja dulu, mapan dulu setelah itu baru nikah,” celoteh Wulan sembari tertawa.
Seketika itu Wulan mengalihkan pembicaraan. Wulan gantian bertanya kepada penulis.
“Kalau kamu apa resolusimu mas?,” tanyanya.
“Kalau aku sih nggak banyak-banyak. Pertama, di tahun ini aku harus sudah punya pendamping.  Kedua, dapat pekerjaan tetap. Ketiga, melanjutkan studi, dan keempat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaanku yang menumpuk ini,” jawab penulis tegas.
Wulan menanggapi jawaban penulis sambil tertawa. Dia tertawa perihal pertama dari resolusi penulis.  Seketika itu pula penulis menggombalinya. “Ya, kongkretnya aku bisa menjadi kekasihmu.”
“Waduh!! Ngawur kamu mas! Hahaaha,” tanggap Wulan kaget.
“Ya, syukur-syukur kalau kamu mau sama aku nduk, betapa bahagianya hatiku,” penulis menggombalinya lagi.
“Hahaha. Ah, ngaco kamu mas. Bisa-bisanya lho ngomong begitu. Edan!,” ujar Wulan sembari tertawa terbahak-bahak.
Kami berdua pun tenggelam dalam gelak tawa.
Dari perbincangan ini, penulis semakin yakin Wulan mau menerima penulis. Betapapun, begitulah harapan penulis. Sungguh, bahagia hati penulis tak terhingga. Meski belum ada kata terucap dari Wulan menanggapi hasrat cinta penulis kepadanya, tetapi setidaknya dia telah menunjukkan respon positif; memberi harapan dan menanamkan sebuah keyakinan kuat bahwa Wulan-lah tempat hati penulis berlabuh. Lanjut...
Disqus Comments