Diakui ataupun tidak,
tragedi berdarah teror bom Sarinah, Thamrin menyisakan sekelumit keanehan dan
kecurigaan. Teror bom berkat akal-akalan intelijen tersebut seperti telah
menjadi legitimasi sah bagi negara untuk memburu nyawa-nyawa manusia, yang
mungkin tak bedosa. Atas nama perberantasan terorisme, negara bahkan telah dengan
sengaja melegalkan aksi pembunuhan manusia.
Lebih ngeri lagi, pembunuhan itu
semata karena menyelamatkan megaproyek guna memperoleh penghidupan dan sejumlah
uang. Perburuan teroris adalah potret kejam cara orang mencari uang untuk keberlangsungan
hidup. Tak pelak lagi, negara ini telah jatuh pada kubangan praktik pelanggaran
hak asasi manusia.
Padahal, negara ini katanya sudah melembagakan sejumlah
institusi guna menampung seluruh bidang kehidupan, termasuk HAM. Tetapi sayang
sekali, lembaga-lembaga macam begitu justru mati suri dan bungkam seribu bahasa
manakala aliran dana tidak masuk dalam mensikapi kasus-kasus pembunuhan secara
sengaja oleh aparatus negara.
Mereka, hanya larut dalam wacana dan rencana. Siapapun
kita, pembunuhan atas dalih dan alasan apapun jiwa orang normal sudah barang
tentu menolak dan mengecam. Kecuali mereka yang sakit jiwanya saja melakukan
pembenaran-pembenaran. Namun ketika disumpal mulutnya dengan uang, seketika itu
pula mereka bicara berbusa-busa, bahkan sampai lupa apa yang telah
diucapkannya. Entahlah.!
Yang jelas, bom Sarinah adalah operasi intelijen. Mereka
membunuh diri mereka sendiri lalu menyalahkan orang lain, mencari kambing hitam
kalau tidak putih.