Tuesday 21 June 2016

Merakyat Tanpa Jokowi

Joko Widodo
Joko Widodo atau yang lebih populer dipanggil Jokowi disebut-sebut sebagai sosok  presiden yang sangat dekat dengan rakyat dan masyarakat hanya karena dirinya gemar melakukan blusukan. Sebuah kesimpulan terlampau dini untuk menilai seseorang di tengah-tengah sekian juta manusia Indonesia. Mungkin karena Jokowi dipandang sebagai seorang pejabat sehingga publik begitu mudahnya memberikan kesimpulan tentang Jokowi yang 'jarang' menghuni kursi kepemipinan negara serta sibuk mencitrakan diri ke seluruh pelosok Indonesia.

Gaya kepemimpinan Jokowi dengan cepatnya disukai dan digandrungi masyarakat. Hanya saja pertanyaan reflektifnya, benarkah Jokowi adalah sosok individu yang independen dalam segala tindak tanduk dan keputusannya selama ini? Jawabannya tidak. Itu datang dari perspektif diri saya sebagai orang yang cukup rajin memberikan sebuah penilaian.

Ya, Jokowi hanyalah orang yang disetir dari balik layar. Siapa yang menyetir? Kalau menurut perkiraan saya ada dua pihak. Pertama pihak pebisnis dilihat dari kacamata ekonomi. Kedua, Luhut Binsar Pandjaitan dilihat dari sisi politik. Luhut BP adalah politisi senior Partai Golongan Karya (Golkar). Dulu, dia merupakan tim penasehat Golkar sebelum akhirnya memilih hengkang karena ingin mendekati Jokowi yang jauh-jauh hari sebelum Pilpres 2014 sudah dipastikan menang meski sebetulnya kalah kalau dilihat dari jumlah pemilih Indonesia secara keseluruhan. Tapi, data hasil pemilihan justru tampak dimanipulasi sejumlah pihak yang sudah terlanjur teken kontrak politik bakal dapat jatah jabatan di lingkungan Istana Negara.

Lihat saja, nyaris semua pendukung fanatik Jokowi diberikan jatah di berbagai jabatan publik. Anies Baswedan didapuk menjadi Mendikbud, Luhut BP sendiri dapat jatah Menkopolhukam, PKB diganjar empat menteri, Nusron dapat jatah BNP2TKI, Ahok Gubernur DKI Jakarta, Rini Sumarno jadi menteri BUMN, Fazlurrahman jadi komisaris, dan lain-lain. Tak bisa disebutkan satu per satu. Namun, semuanya sah-sah saja memperoleh jabatan publik itu.

Terlepas dari itu, kini muncul isu keretakan PDIP dan Jokowi. Padahal, Jokowi diusung PDIP. Tersiar kabar, Jokowi ingin keluar dari PDIP karena sudah punya poros sendiri dengan kompisisi, Ahok Gubernur DKI Jakarta, Luhut BP di Menkopolhukam, Setya Novanto Ketua Umum Golkar dan Tito Karnavian di Kapolisian. Kuat sudah.! Entahlah.

Silahkan baca artikel berikut: Naiknya Tito Karnavian Sebagai Tanda Bangkitnya Rezim Baru
Disqus Comments