Berbicara mengenai pendidikan berarti membahas mengenai peradaban manusia. Dan
pendidikan adalah gerbong peradaban suatu bangsa. Perkembangan pendidikan
manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Karena
pendidikan merupakan sebuah alat yang dapat dijadikan sebagai modal dasar untuk
membangun sebuah bangsa. Tentu saja pendidikan tersebut bertujuan menciptakan
kecerdasan serta membentuk karakter kepribadian individu yang berasaskan
intelektualitas dan moralitas. Aristoteles seorang filsuf kuno berpendapat
bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu
memperbaiki sistem pendidikan.
Keberhasilan pendidikan tidak diukur hanya dengan fakta kemajuan dalam bentuk
fisik, tapi menciptakan insan yang berkepribadian luhur merupakan tujuan utama
penyelenggaraan pendidikan. Lantas, bagaimanakah konsep pendidikan yang
mampu menciptakan individu yang memiliki kepribadian luhur tersebut?
Dapat dikatakan bahwa negeri ini tidak memiliki konsep permanen tentang
pendidikan. Konsep pendidikan kita terus-menerus mengalami perubahan-perubahan
yang disesuaikan dengan isu yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Semua kalangan menginginkan pendidikan mampu mencerdaskan anak bangsa dari
kebodohan yang menyesatkan, tapi hanya sedikit dari kebanyakan mereka, bahkan
nyaris tidak ada, yang berusaha merumuskan konsep pendidikan yang permanen.
Konsep pendidikan kita dibatasi dengan logika positivistis dan empiristis atau
kontekstualistis. Artinya, konsep pendidikan yang digagas hanya untuk
memperoleh prestasi dan mengikuti isu yang sedang berkembang di masyarakat.
Ambil contoh misalnya, kita terlanjur latah mengukur kecerdasan anak didik
dengan standar angka-angka. Kemudian, pada saat negeri ini sedang dirundung
bencana alam, lantas muncul gagasan pendidikan ber-kurikulum tanggap bencana,
ketika negeri ini dirundung kasus-kasus intoleransi antar sesama, lantas muncul
gagasan pendidikan berbasiskan toleransi, pada saat negeri ini dirundung oleh
sikap koruptif para petinggi negara serta tawuran antar siswa, lantas digagas
pendidikan karakter, dan seterusnya.
Perubahan-perubahan orientasi pendidikan yang penulis sebutkan di atas,
sekurang-kurangnya menunjukan kepada kita bahwa di negeri ini tidak ada jenis
konsep pendidikan yang permanen, dan akan terus mengalami perubahan sesuai
dengan kondisi masyarakat. Benarkah konsep pendidikan kita harus seperti itu?
Konsep pendidikan yang terakhir penulis sebutkan tampaknya adalah pilihan tepat
jika mengacu pada definisi terminologis bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembalajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Oleh karena alasan
inilah Soekarno dan Ki Hajar Dewantara pernah berpendapat bahwa hanya
pendidikan yang dapat mengubah nasib suatu bangsa.
Dengan demikian, berarti negeri ini sebenarnya sudah memiliki konsep pendidikan
yang permanen. Namun, konsep pendidikan permanen yang telah dirumuskan sejak
lama itu ternyata tidak terbaca, atau justru sengaja dilupakan dengan dalih perubahan
zaman, sehingga berubah pula orientasi dan idealitasnya.
Penerapan pendidikan karakter tampaknya adalah sebuah kebutuhan mendesak,
mengingat negeri ini sudah terlalu lama merdeka. Sementara, selama kemerdekaan
dari tangan penjajah itu telah diraih wajah pendidikan kita terus-menerus
dirundung duka karena karut marutnya sistem pendidikan yang dikelola oleh
pemerintah. Hasilnya, tidak pantas untuk dikatakan berhasil, karena pendidikan
dari hari ke hari justru mengalami perubahan orientasi yang amat mencolok. Kita
semua, termasuk para petinggi negara menyadari kondisi itu namun masih sulit
untuk keluar dari keterpurukan. Selama ini, pendidikan kita tidak mampu
dijadikan sebagai sebuah tradisi, malah justru brubah-ubah serta tidak
menunjukan kemajuan yang signifikan.
Harapan besar terletak pada gagasan tentang pendidikan karakter. Melalui
gagasan ini, ke depan, wajah pendidikan diharapkan mengalami perubahan kepada
yang lebih baik, tidak ada lagi tawuran antar siswa, tidak ada lagi kekerasan
guru terhadap muridnya, tidak ada lagi tradisi menyontek saat ujian, tidak ada
lagi klas di antara pelajar, tidak ada lagi anak putus sekolah, semua sama
diarahkan menuju kepada tujuan yang sama, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dan kecerdasan itu sekurang-kurangnya mencakup empat hal mendasar, yaitu
kecerdasan kognitif, kecerdasan afektif, kecerdasan psikomotorik serta
kecerdasan spiritual. Bukankah hal itu merupakan amanah serta tanggung jawab
luhur bangsa ini?
Terlepas dari hal itu, tentunya pendidikan bukanlah semata-mata tugas
pemerintah. Tetapi pendidikan merupakan tugas kita semua. Orang tua bertugas
membimbing serta mendidik anaknya, orang yang lebih tua mendidik yang lebih
muda, sedangkan pemerintah juga dikenai kewajiban sama, yakni mendidik generasi
bangsa ini melalui lembaga-lembaga pendidikan formal. Dengan begitu, pendidikan
akan berkesinambungan serta saling sokong-menyokog antar berbagai pihak, dan
proses ini akan terus berlangsung tiada henti, karena pendidikan merupakan
tugas sejak lahir sampai mati.