Thursday, 25 October 2012

Kalbar Lumbung Koruptor?


   Praktek menyelewengkan uang negara atau korupsi di negeri ini seumpama telah mendarah-daging dan telah jadi bagian dari kehidupan para elit negara. Mulai dari tingkat pusat hingga di tingkat daerah korupsi semakin menggurita. Koruptor sepertinya berada di setiap sudut negeri bergentayangan bebas tanpa rasa berdosa dan setidaknya malu terhadap diri sendiri. Itulah realitas yang membuat hati kita miris dan bahkan tercabik-cabik karena korupsi terus merajalela menggerogoti sendi-sendi kehidupan masyarakat. Bagi para koruptor ulung moralitas tidak lagi menjadi aspek spiritual terpenting dalam kehidupan karena materi dengan menumpuk harta benda itulah satu-satunya faktor penentu kebahagiaan serta ketentraman hidup (hedonisme). Inilah bukti betapa elit kita sedang berada dalam kegersangan moral sebagai manusia sempurna.
            Terlepas dari itu, praktek menggelapkan uang negara tidak hanya terjadi di kota-kota besar. Tetapi, praktek haram ini juga telah merambah di daerah-daerah yang secara geografis berjauhan dengan pusat pemerintahan negara. Sebut saja di provinsi Kalimantan barat, merupakan salah satu daerah yang menjadi lahan basah tumbuh subur praktek korupsi. Bayangkan saja, Sentra Informasi dan Data untuk Antikorupsi atau SIDAK mencatat sebanyak 55 anggota DPRD Periode 2004-2009, dan hingga periode kini provinsi kalbar di lembaga Bansos, APBD, pada tanggal 18 januari 2010 BPK menemukan titik kejanggalan dalam pengunaan dananya. Indikasi penyelewangan di Bansos sebesar Rp 22,14 milyar, 10,07 milyar pinjaman DPRD Kalbar, Rp 2,11 milyar penggelapan dana bantuan Komite KONI Kalbar, penggelapan satuan tugas dana KONI Kalbar sebesar RP 1,388 milyar dan bantuan KONI Kalbar kepada Setgas Pelatda RP 8,39 milyar.
            Belum lagi soal kasus pembangunan Velodrome. Sebagaimana kita ketahui Velodrome dibangun sudah sejak tiga tahun silam terindikasi terjadi praktek korupsi dalam prosesnya. Padahal, kabarnya, dana awal pembangunan Velodrome menggunakan dana APBD Kalbar kurang lebih Rp 2,5 milyar dan dibantu Kemegpora sebesar Rp 2 milyar diambil dari APBN sebagai dana perawatan. Ini hanya sebuah contoh kongkret yang menegaskan bahwa praktek korupsi di Kalbar nyata wujudnya.
Belum booming
            Praktek korupsi di Kalbar, menurut M Yasin dari KPK, lebih dominan penyelewengan dana APBD oleh para oknum aparatus pemerintah. Sedangkan kasus korupsi lainnya ialah penyimpangan pengadaan barang dan jasa. Bagi penulis, apapun motifnya, praktek korupsi di lingkungan pemerintah daerah khususnya sungguh sangat rentan terjadi. Untuk itu sanksi tegas sudah saatnya diberlakukan. Kalau perlu, hadapi mereka dengan peti mati.
            Jika Mas Djoni pernah mengatakan bahwa langkah-langkah Kejari dalam mengungkapkan serta menangani korupsi setidaknya untuk membuat semacam shock terapi agar semua orang pikir-pikir ketika akan melakukan tindakan korupsi, penulis juga mengatakan bahwa publikasi para pelaku korupsi lewat media massa dan elektornik adalah upaya shock terapis lainnya. Sebab, para koruptor masih relatif merasa aman selama perilaku korupnya tidak terekspos ke hadapan publik. Korupsi juga merupakan pertaruhan citra dan nama baik, jika hanya diketahui di lingkungan penegak hukum dan tertutup dari pengetahuan masyarakat maka efek jeranya cenderung minim.
            Ketiga aspek pengungkapan serta penangan korupsi, yakni sanksi yang tegas, langkah berani dan aktif Kejari atau para penegak hukum, serta ekspos media agar masyarakat tahu, merupakan faktor penentu untuk memberangus praktek korup di lingkungan pemerintah daerah. Di era demokrasi seperti saat ini segala pemberitaan mengenai praktek bopeng di lingkungan pemerintah dan masyarakat secara umum memang telah menjadi suatu tuntutan. Apapun dalihnya, masyarakat harus tahu sepak terjang para penguasa dalam mengelola kepercayaan serta amanah publik. Bagaimana pun, mereka adalah representasi dari masyarakat yang dipilih dan dikehendaki masyarakat sekaligus memikul tanggung jawab untuk mengemban amanah sebagai pengelola kehidupan masyarakat demi mewujudkan keseimbangan dan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan sosial merupakan muara dari seluruh proses kepemerintahan dan kenegaraan kita, selain juga memang sudah menjadi amanat Pancasila serta UUD 1945. 
            Masyarakat harus dicerdaskan di diberikan pencerahan. Kuncinya adalah sikap transparansi dari pemerintah. Sebab, masyarakat sejatinya memiliki peran strategis berupa fungsi kontrol (agent of control), baik kontrol di wilayah kinerja pemerintah juga peran kontrol dalam kehidupan sosial masyarakat. Jika peran kontrol masyarakat minim maka hal itu sama saja artinya memberikan kesempatan bebas perilaku korupsi. Masyarakat juga mesti sadar bahwa formasi kepemerintahan diisi oleh mereka dari kalangan politisi partai politik yang saling bertarung memperebutkan dominasi kuasa. Disadari atau tidak, kursi kekuasaan bagi para politisi merupakan posisi strategis sekaligus investasi jangka panjang untuk beberapa kepentingan politik. Jauh-jauh hari Bung Hatta pernah mewanti-wanti kepada kita agar jangan sampai terjadi partai politik menjadi tujuan, sedangkan negara (pemerintahan) hanya menjadi alatnya. Artinya, alat untuk melegalkan kepetingan dominatif partai belaka sementara rakyat dilupakan begitu saja. Di sisilah letak peran penting fungsi kontrol masyarakat agar tercipta suatu keseimbangan dan saling melengkapi. Dan Kalbar secara umum masih cenderung ekslusif terkait penangan kasus korupsi karena tidak se-booming di kota-kota besar dalam hal publikasinya. Agar jangan sampai Kalbar justru menjadi lumbung atau surganya para koruptor layaknya Singapura yang menjadi tempat pelarian para perampok uang negara.
Disqus Comments