Menata Ulang Sistem Pendidikan
Pada dasarnya pendidikan adalah sebagai proses humanisasi. Yaitu untuk memberikan sebuah kesadaran tentang eksistensi manusia dalam kehidupan sosial. Meskipun Paulo Freire lebih menekankan pendidikan sebagai upaya pembebasan dan pembangunan. Karena kebebasan dari hegemoni dan mendapatkan keadilan hak bagi setiap orang. Pembangunan sebenarnya lebih merupakan soal keadilan ketimbang kekayaan, menurutnya. Untuk mencapai keadilan tersebut, maka diperlukan pendidikan sebagai upaya memberikan penyadaran, baik itu kesadaran terhadap diri individu, maupun kesadaran sosial.
Pendidikan adalah hak semua anak generasi bangsa, sehingga tanggung jawab pendidikan ditanggung oleh negara. Karena negara memiliki kewajiban mencedaskan kehidupan bangsa, yang kmudian tertuang dalam Undang-undang Dasar (UUD) negeri ini. Selain untuk memberikan kesadaran (kritis), pendidikan juga ditujukan untuk menghilangkan kebodohan di masyarakat. Sebab, setiap orang berhak mengaktualisasikan diri untuk mendapatkan pengakan dari orang lain. Aktualisasi adalah kebutuhan manusia tertinggi dalam teori jenjang kebutuhan Araham Maslow. Dan bahkan David McClelland menekankan kebutuhan berprestasi bagi setiap individu. Setiap orang harus memiliki prestasi dalam hidupnya dalam upaya perubahan.
Banyak wacana para ilmuan tentang pentingnya pendidikan. Namun pertanyaan reflektifnya, mengapa pendidikan belum mampu menyentuh kepada semua orang? Serta mengapa pendidikan hari ini cederung kurag memberikan kontribusi serta pengaruh bagi setiap individu? Sehingga perilaku yang muncul adalah perilaku yang negaif terjadi di sekitar kita padahal mereka mengaku orang yang berpendidikan?
Jika pertanyaan demikian terlontar, maka jawabannya akan dikembalikan kepada masing-masing individu karena dianggap hanya dirinya yang bisa menjawab. Namun nampaknya persoalan sistem pendidikan yang perlu kita kritisi. Mengingat stagnasi yang kita alami semenjak dahulu dalam wilayah pendidikan. Hal ini juga tidak terlepas dari ketidakfokusannya pemerintah kita. Dari dahlu pembangunan hanya difokuskan kepada perekonomian, tetapi nilai-nilai moral yang disuguhkan dalam pendidikan tidak mampu mengontrol sistem perekonomian yang dibangun. Maka tidak heran korupsi terjadi hampir di seluruh lini lembaga pemerintahan negeri ini. Lebih parah lagi, nampaknya lembaga-lembaga pendidikan berubah orientasinya menjadi lahan bisnis belaka. Belum lagi tentang kualitas dan kepabelitas para pengajar yang mesti dipertanyakan hari ini. Kualitas pengajar yang kurang mumpuni untuk menjadi pembimbing berdampak besar terhadap peserta didik. Hal tersebut dapat dibuktikan dari berbagai macam kasus yang terjadi dalam dunia pendidikan kita, seperti kekerasan yang dilakukan para pengajar terhadap muridnya, kekerasan antar peserta didik serta pelecehan tehadap mereka yang akhir-akhir ini kembali mencuat. Mestinya kasus tersebut tidak pantas terjadi dalam dunia pendidikan kita di negeri Pertiwi ini.
Carut-marutnya sistem pendidikan kita meruntuhkan sendi-sendi yang ingin dibangun dalam proses pendidikan. Laju arus globalisasi sedikit-banyak memberikan pengaruh negatif bagi sistem pendidikan. Meningkatnya kebutuhan hidup menjadikan perubahan dalam orientasinya (baca: Pendidikan), pendidikan dikomersialisasikan. Kemudian bermuara pada hilangnya substansi dan esensi serta peran pendidikan tersebut. Wajar saja, kebutuhan fisiologis adalah hal yang paling mendasar dalam kehidupan manusia sehari-hari. Namun, akankah hal ini terus dibiarkan? Tentu tidak jawabannya. Sebab, mau atau pun tidak sistem pendidikan harus dikembalikan pada substansinya semula. Modernisasi hanya akan membentuk karakter individu yang hedonis, matrealis dan ahistoris belaka. Sebab, salah satu sifat modernisasi adalah hegemonik dan background-nya matrealis-individualis.
Oleh karenanya, rencana pengalokasian dana pendidikan yang 20% yang diwacanakan pada pemerintahan SBY-KALLA pada tahun 2009 nanti, insyaallah, harus menjadi pijakan awal untuk menata kembali sistem pendidikan kita yang luluh-lantak akibat lajunya arus globalisasi yang hegemonik dan metrealistik. Singkatnya, menata ulang sistem pendidikan adalah sebuah keniscayaan yang harus diimplementasikan, tidak hanya sekedar wacana belaka. Sehingga pedidikan benar-benar memberikan kontribusi yang riil bagi perubahan negara kita. Serta semua orang mampu mendapatkan hak mengenyam pendidikan, sebagai bekal mengaharungi modernisasi dan globalisasi.
.jpg)
.jpg)