Friday, 26 October 2012

PHK dan Beban Psikologis

PHK dan Beban Psikologis

Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK menjadi isu yang fenomenal pasca terjadinya krisis global. Sebagai akibatnya, PHK melanda hampir di seluruh perusahaan-perusahaan di penjuru dunia saat ini. Dalam tingkatan lokal, PT Tytountek misalnya, harus meberhentikan 294 buruhnya, PT Danaliris juga mengurangi 82 orang tenaga kerjanya dan kedua-duanya merupakan sebuah perusahaan di Sukoharjo.

Contoh di atas baru sebagian kecila saja para buruh yang harus menelan pil pahit bernama PHK. Perusahaan-perusahaan di level Internasional bahkan lebih parah lagi jumlah tenaga kerja yang harus di-PHK-kan. Toshiba contoh lainnya yang harus mengurangi 4.500 jumlah tenaga kerjanya atau karyawannya.

Krisis finansial global berdampak pada pemutusan hubungan kerja atau PHK melanda hampir di seluruh dunia. Tentu akan memberikan beban psikologis. Bahkan beban psikologis tersebut lebih berat ketimbang mengerjakan sebuah tugas pekerjaan berat sekalipun. Jika sebuah pekerjaan akan menguras tenaga ataupun fisik, tetapi PHK akan membebankan pikiran serta menjatuhkan mental yang bermuara terjadinya stres dan frustasi.

Beban mental berupa stres atau frustasi akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Jika kepribadian seseorang terganggu, maka orang akan kehilangan kontrol diri dan berujung pada keputusasaan serta trauma panjang. Perilaku-perilaku negatif berupa agresif, sensitif bahkan cenderung emosional adalah dampak psikologis yang akan hinggap dalam diri seseorang. Apabila sifat-sifat tersebut tidak dapat terkendalikan, orang tersebut akan menjadi orang lain dalam perilakunya, ia tidak lagi menjadi dirinya sendiri. Padahal, menjadi diri sendiri (individualitas) merupakan hal yang mendasar dalam prinsip kepribadian manusia.

Disadari atau pun tidak, bahwa kebanyakan manusia lebih menekankan aktivitasnya dalam kehidupan. Hal ini menjadi sesuatu yang wajar, sebab manusia harus beraktifitas dalam kesehariannya. Tetapi apabila aktivitas tersebut dikerjakan secara berlebihan maka akan berpotensi menganggu kepribadian seseorang, yang muaranya pada pengabaian sifat individualitas atau kedirian. Orang seperti ini disebut-dalam istilah psikolognya-ektrovert (seperti yang diungkapkan psikolog asal Swiss Carl Gustav Jung dalam bukunya Psychologycal Types). Ekstrovert adalah orang yang hidup dengan gaya yang berkaitan dengan kondisi objektif atau tuntutan yang berasal dari luar diri.

Jika kepribadian seseorang telah terganggu oleh permasalahan PHK tersebut di atas, maka besar kemungkinan orang tersebut akan memainkan peran orang lain yang sebenarnya bukan perannya. Padahal Otto Rank sangat menekankan pada pengembangan diri dengan ungkapannya : Seseorang mengembangkan diri menjadi siapa dirinya yang sebenarnya.

Menambah Angka Pengangguran

Maraknya fenomena PHK di berbagai perusahaan akhir-akhir ini secara otomatis akan menambah angka pengangguran. Pengangguran merupakan problematika sosial di masyarakat kita, karena sejatinya, bahwa setiap orang mestinya bekerja untuk memenuhi kebutuhan fisiologis sehari-hari. Fisiologis merupakan kebutuhan mendasar manusia seperti yang diungkapkan Abraham Maslow dalam teori jenjang kebutuhannya. Bahkan beliau meletakkan kebutuhan fisiologis pada urutan pertama yang harus dipenuhi manusia dalam teorinya tersebut. Maklum saja, logika formalnya, jika manusia tidak makan dan minum, maka bagaimana akan mampu melakukan sebuah aktivitas atau pekerjaan.

Meningkatnya jumlah orang menganggur sebagai akibat dari krisis global akan menambah jumlah angka kemiskinan pula. Padahal, kemiskinan merupakan fenomena klasik atau bahkan telah menjadi penyakit dalam ranah sosial atau masyarakat. Namun, kemiskinan sampai saat ini masih saja bisa kita temui di mana-mana, terutama di negeri kita ini. Bisa jadi, disebabkan kurangnya lapangan kerja yang disediakan atau mungkin kurangnya kreatifitas serta jiwa kemandirian (entreprenuer) dalam diri seseorang.

Upaya Antisipasi

Melihat fenomena demikian, salah satu upaya antisipasi mesti dilakukan. Terutama pemerintah kita yang salah satu tugasnya pula adalah menanaungi rakyat untuk membuka lapangan pekerjaan sebagai upaya mengantisipasi merebaknya Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK yang akan berujung pada pengangguran di masyarakat. Atau mungkin dengan menyiapkan dana program Jaminan Hari Tua (JHT).

Jamsostek misalnaya, upayanya dalam mengantisipasi terjadinya PHK menyiapkan dana program Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 5 Triliun Rupiah tahun ini. Upaya seperti antisispasi seperti ini sudah semestinya dilaksanakan oleh pemerintahan SBY-JK, karena jika menunggu-nunggu, masyarakat akan kebingungan, terlebih, sebentar lagi negeri kita akan menghadapi pemilu 2009. Tentunya, jika nanti yang terpilih menjadi pemimpin negera ini berwajah baru, maka bisa jadi, kasus PHK ini akan terlupakan begitu saja.

Lain dari itu, ber-entreprenuer merupakan cara lain untuk mengantisipasi terjadinya PHK atau merumahkan karyawan ini. Berbisnis atau entreprenuership adalah sebuah pilihan yang efektif dalam mencari pekerjaan, karena pekerjaan tersebut diciptakan sendiri. Meskipun tidak banyak orang yang memiliki jiwa entreprenuership, tetapi meskipun demikian jiwa kemandirian ini bisa dibangun dan dilatih asalkan ada kemauan yang keras, sungguh-sungguh, serius serta ketekunan. Demi terhindarnya dari menganggur yang telah menjadi permasalahan semenjak dahulu kala itu. Apalagi, menurut prdeiksi-prediksi bahwa krisis global ini akan berlangsung dalam jangka yang panjang. Bahkan tidak menutup kemungkinan perekonomian dunia akan berhenti jika krisis finansial ini tidak teratasi.
Disqus Comments