Thursday, 25 October 2012

Menguak Spiritualitas Ramadhan

Menguak Spiritualitas Ramadhan

Bagi umat muslim di dunia, ramadhan akan selalu menjadi bulan yang spesial sepanjang sejarah kehidupan di muka bumi. Ramadhan memberikan berjuta ampunan dan barokah yang memiliki nilai lebih dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.

Selain itu, bulan ramadhan juga mengingatkan kita pada peristiwa-peristiwa bersejarah yang pernah dicapai di masa silam. Sebut saja sejarah gemilang itu seperti, kemenangan Rasulullah SAW dalam perang Badar, penaklukan kota Makkah atau fathu makkah, kemenangan Saifuddin Qutuz atas tentara Tartar dalam perang Ainjalut yang sengit, ekspansi dakwah Tariq bin Ziyad ke semenanjung Liberia, turunnya kitab suci Al-qur’an, hingga deklarasi kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan bertepatan dengan ramadhan tanggal 9 tahun 1364 hijriah.

Ramadhan telah mengabadikan seluruh peristiwa-peristiwa penting yang bersejarah itu tiap tahun agar manusia, khususnya umat muslim, belajar dari sejarah. Jangan pernah melupakan sejarah, begitu pesan yang pernah dilontarkan Bung Karno, deklarator kemerdekaan Indonesia dari kungkungan penjajah setengah abad silam, yang beberapa hari lalu kita peringati sebagai hari kemerdekaan.

Ada hal penting di balik sejarah masa lalu. Meski dua ribu abad silam, Aristoteles sangat jengkel dengan sejarah, karena baginya, sejarah tak ayal hanyalah rentetan cerita yang tak berguna. Namun tidak bagi Taufik Abdullah, sejarawan terkkenal Indonesia itu, beliau menyatakan bahwa faungsi sejarah ialah sebagai rekreasi, hiburan yang segar untuk diteladani dan dikenang.

Dalam perspektif islam, sejarah mengandung dua makna penting. Pertama, sejarah ialah sebagai hiburan, dan kedua, sejarah sebagai pelajaran (ibroh) untuk memberikan spirit atau semangat kepada kita melakukan aktivitas-aktivitas di masa mendatang. Bagi Nabi Muhammad SAW, pada masa hidupnya, kisah-kisah perjuangan nabi-nabi sebelumnya adalah sangat penting sebagai penghibur sekaligus sebagai pelajaran dalam perjalanan dakwah Rasulullah. Untuk itu, bulan ramadhan sejatinya merupakan momentum yang disuguhkan kepada kita untuk berwisata atau berkelana ke masa silam dalam rangka mendidik jiwa, mencerahkan pikiran serta menumbuhkan semangat kita sebagai generasi penerus untuk kehidupan di masa yang akan datang. untuk itulah mengapa orang-orang yang berpuasa di bulan ramadhan diberikan sebuah gelar sebagai pengembara dan orang-orang yang berwisata.
Terlepas dari itu, tatkala kita menilik dengan cermat rentetan peristiwa bersejarah yang pernah diraih pada bulan ramadhan di masa silam, sekurang-kurangnya ada dua hal yang patut kita garis-bawahi. Pertama, bahwa berpuasa di bulan ramadhan tidak lantas menurunkan serta mengendurkan produktifitas dalam aktivitas kita sehari-hari. Berpuasa justru akan meningkatkan produktifitas jika berpuasa itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dibarengi niat beribadah serta keikhlasan, meskipun secara fisik, tubuh kita tak terisi makanan dan minuman. Kesungguh-sungguhan yang dimaksud ialah mengikuti kurikulum puasa, seperti sahur, berbuka dengan makanan atau minuman yang manis-manis, menggosok gigi, dan tidur sesaat atau istirahat. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk mengimbangi kondisi fisik kita yang seharian penuh tak terisi dengan makanan dan minuman yang merupakan kebutuhan dasar tubuh manusia serta penopang aktivitas.

Orang terkadang beranggap bahwa ketika perut terasa lapar maka akan menghalangi aktivitas rutinitas keseharian. Kita lupa bahwa ketika perut terlalu berlebihan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman itu malah sebaliknya, yakni membuat kita malas dan lalai mengerjakan suatu aktivitas sehari-hari. Rasa malas yang hinggap di dalam diri kita adalah akibat dari konsumsi kita terhadap makanan dan minum yang berlebih-lebihan, tanpa jeda, serta tak memberikan ruang kosong pada perut dan tubuh untuk sejenak menetralisir makanan serta minuman yang telah kita konsumsi. Jelas, hal itu bukanlah perkara yang baik untuk kesehatan fisik kita, karena tubuh kita ibaratkan mesin yang berfungsi mengolah makanan dan minuman yang masuk dan harus dijeda agar proses pencernaannya berjalan lancar.

Aspek spiritual

Kedua, ada pesan spiritual di balik bulan ramadhan. Gejala-gejala spiritual ini dapat kita cermati dari peristiwa-peristiwa gemilang yang berhasil dicapai bertepatan dengan raamadan pada masa silam. Ambil contoh semisal, perang Badar pada tanggal 8 ramadhan tahun 2 hijriah, di mana pasukan Rasulullah SAW hanya berjumlah 305 orang, sementara pasukan Quraisy berjumlah sekitar 900 sampai 1000 orang. Alhasil, peperangan yang sangat menentukan masa depan islam ini berhasil dimenangkan oleh pasukan Nabi Muhammad SAW. Logika kita mungkin tak sampai ketika pasukan yang berjumlah lebih kecil serta lebih minim peralatan perang dibandingkan musuh yang berjumlah lebih besar ditambah lagi peralatan perang serba lengkap, justru dimenangkan pihak yang lebih kecil dan serba kekurangan.

Artinya, ada nilai spiritual di balik semua itu. Lebih-lebih peperangan itu terjadi pada bulan ramadhan yang tentu saja pasukan Rasulullah SAW saat itu teridiri dari deretan orang-orang yang berpuasa atau ashshoimun. Penulis hanya ingin mengatakan bahwa setiap aktivitas kita selayaknya dibarengi dengan nilai-nilai keimanan sehingga ada unsur ibadah di dalamnya. Keimanan juga dapat dipupuk melalui kesalehan-kesalehan sosial berpondasikan keikhlasan serta kerelaan, tak ada unsur riya, pamer, sombong, atau minta balasan dari sesama atas kesalehan yang telah diperbuat.

Sebab, jika dipikir-pikir tak mungkin rasanya Rasulullah dan para sahabat akan menang dengan jumlah pasukan jauh lebih sedikit dibandingkan musuh yang lebih banyak. Tetapi, karena aspek keimanan serta niat beribadah yang terpatri di dalam jiwa-jiwa pasukan Rasulullah, maka kemenangan itu tidak semata disebabkan oleh kekuatan pasukan tetapi “Tangan Tuhan” tentu jadi kekuatan lain yang menolong. Begitu pula jika kita kontekstualisasikan dengan perjuangan para pahlawan kemerdekan Indonesia, mengusir penjajah yang jauh lebih modern dibandingkan pejuang kita yang hanya bersenjatakan bambu runcing, tapi dengan semangat yang tak pernah surut karena pahlawan kita yakin bahwa apa yang mereka perjuangkan adalah sebuah kebenaran.

Pungkasnya, ada nilai spiritual di balik ramadhan. Meski secara kasat mata kita tak dapat membuktikannya, tapi sejarah masa silam telah jadi bukti empiris bahwa ramadhan mengandung berjuta berkah serta menjanjikan kemenangan bagi setiap individu yang bersungguh-sungguh menjalankan ibadah puasa itu semata-mata untuk sebuah kesalehan, bukan karena motiv ingin pamer, riya, dipuji orang, biar dikata orang alim, atau terpaksa karena tekanan tertentu. Semua motiv semacam itu harus dibuang jauh-jauh dan luruskan niat berpuasa karena hanya ingin mendapatkan berkah serta ridlo dari Allah, sebab, Allah tak segan-segan memberikan keberkahan-Nya kepada mereka yang berpuasa jika dilandasi dengan niat beribadah. “Sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat”.
Disqus Comments