Selain pembunuhan masal manusia atau genosida,
perdagangan manusia (human trafficking) juga merupakan kejahatan
kemanusiaan dan termasuk pelanggaran HAM terberat dalam siklus kehidupan di
bumi. Menurut UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang, yang disebut trafficking atau perdagangan orang adalah
tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan
seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik
yang dilakukan di dalam negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan
orang tereksploitasi.
Kasus
perdagangan manusia ini memang marak, bukan saja di Indonesia tetapi hampir di
seluruh belahan dunia. Dan bagi Indonesia, kasus pelanggaran HAM ini tidaklah
asing di telinga masyarakat negeri ini. Disebutkan sekitar 375 ribu orang
di Asia menjadi korban trafficking setiap tahunnya. Bahkan, ada sekitar 50 ribu
orang di Afrika, 75 ribu orang di Eropa Timur, 100 ribu orang di Amerika Latin
dan Karibia, yang juga menjadi korban trafficking. Trafficking ke luar negeri
mengincar beberapa negara. Korban yang dijaring dari daerah-daerah asal
tersebut biasanya dikirim ke sejumlah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia,
Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Arab Saudi, Taiwan, Hongkong, Jepang,
Korea Selatan, dan Australia. Bahkan ada juga yang dikirim hingga ke Perancis
dan Amerika Serikat. Di Indonesia, berdasarkan hasil pemantauan Komisi Nasional
Perndungan Anak Indonesia (KPAI), hampir sebagian besar daerah di Indonesia
terindikasi sebagai daerah asal korban trafficking, baik untuk dalam maupun
luar negeri. Daerah tersebut antara lain, Nanggroe Aceh Darrussalam, Sumatera,
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur.
Fakta
ini seakan menunjukkan bahwa Indonesia bukanlah sebuah negara yang aman dari
praktek perdagangan manusia. Bahkan mirisnya, Indoensia kerap kali menjadi tempat
transit perdagangan tersebut.
Terlepas
dari itu, mengurai kasus perdagangan manusia tentu menbutuhkan waktu yang
tidak singkat, karena praktek ini telah berjalan sejak ratusan tahun
silam yang hingga kini belum usai, bahkan semakain marak. Meskipun pada tahun
2010, khsusunya di Indonesia, dinyatakan bahwa kasus perdagangan manusia
menurun, namun bukan berarti Indonesia telah aman dari bayang-bayang kejahatan
perdagangan manusia. Jika kita melihat secara saksama, korban praktek
perdagangan manusia didominasi oleh kaum perempuan. Berbagai modus ditawarkan
kepada mereka, terutama janji memperoleh pekerjaan, baik di dalam negeri maupun
di luar negeri. Dan tidak menutup kemungkinan, jika tidak dikontrol, TKW bisa
saja dijadikan sebagai modus praktek perdagangan manusia. Tentu di sini penulis
tidak bermaksud untuk berburuk sangka, namun, para pelaku praktek perdagangan
manusia semakin hari semakin cerdas dalam memanfaatkan situasi dan kondisi yang
ada. Perempuan memang sangat rentan dijadikan sebagai korban tindakan
perdagangan manusia.
Perempuan
yang dijadikan sebagai korban perdagangan manusia adalah bentuk kekerasan lain
terhadap kaum Hawa. Karuan saja, perempuan dianggap sebagai korban yang tepat
untuk diperjual-belikan yang kemudian dijadikan sebagai pekerja seks komersial
misalnya. Perempuan memang kerap dijadikan sebagai korban dalam praktek
kejahatan perdagangan manusia ini.
Di
sisi lain, realitas yang acap kali kita lihat dalam praktek perdagangan manusia
ialah menjadikan anak yang masih di bawah umur sebagai korban. Tentu saja ini
merupakan praktek yang tidak berperikemanusiaan serta menafikan sisi manusiawi
yang sebenarnya merupakan potensi yang tumbuh di dalam diri setiap manusia.
Atas nama kepentingan ekonomi, aspek manusiawi yang tumbuh di dalam diri setiap
individu dikesampingkan, dan inilah yang menjadi sumber kejahatan dalam kasus
perdagangan manusia. Anak-anak yang mestinya dididik sebagai generasi penerus
malah justru dijadikan korban kebiadaban dunia perbisnisan jual beli manusia.
Praktek
perdagangan manusia adalah kasus yang harus mendapatkan perhatian serius dari
pemerintah. Masyarakat pun dituntut untuk kritis serta diberikan suatu
kesadaran akan realitas praktek perdagangan manusia, terutama masyarakat yang
hidup di daerah-daerah jauh karena kerap dijadikan sebagai korban utama para
pelaku bisnis perdangan manusia. Bukan saja karena praktek perdagangan manusia
merupakan sebuah pelanggaran hukum, tapi karena praktek jual beli manusia ini
adalah kejahatan kemanusiaan yang sangat berat sama halnya dengan kasus
pembunuhan massal atau genosida. Oleh karenanya, praktek kejahatan seperti ini
memang sangat perlu dipublikasikan ke hadapan masyarakat, agar semua orang
dapat menjaga diri supaya tidak mudah untuk dijadikan sebagai korban atau
dibodohi oleh para pelaku bisnis jula-beli manusia