Sisi Lain Gus Dur
Wafatnya Abdurahman Wahid atau Gus Dur menyisakan kesedihan mendalam. Karena bagi kita, sosok Gus Dur sungguh tak tergantikan. Banyak kalangan menilai beliau (Al-Marhum) sebagai sosok yang pluralis, multikulturalis, toleran, cerdas, jenius, humoris, sekaligus kontroversial. Dikatakan kontroversial sebenarnya hanya karena pemikiran beliau mampu melampaui zaman, sehingga terkadang memang agak sulit dicerna dari berbagai penuturan yang beliau sampaikan di hadapan publik. Kata-kata atau kalimat yang beliau sampaikan kerap dicerna dengan mentah tanpa berupaya secara kritis substansi di balik tuturan beliau, dan kalau saja upaya tersebut dilakukan, nisacaya kita akan sadar bahwa perkataan itu sungguh mengandung nilai yang sangat dalam.
Sulit rasanya mencari sosok manusia seperti Gus Dur. Barang siapa menghargai orang lain (toleransi), maka, dia pun akan dihargai pula. Setidaknya, kata-kata pepatah ini telah menghantarkan sosoknya begitu diterima oleh semua golongan dan hal ini sungguh terbukti ketika beliau wafat, tak sedikit orang yang mendo’akan dirinya agar diberikan tempat terbaik di alam sana. Bayangkan saja, ribuan bahkan jutaan orang mendo’akan dirinya adalah efek amal baik yang telah beliau semaikan ketika masih hidup di dunia. Artinya, dalam Islam, ada dua perkara yang akan menolong seseorang ketika ia sudah berada di alam barzah, yakni amal baik (kesalehan) dan harta yang bermanfaat. Suritauladan yang telah dicontohkan Gus Dur sepanjang hidupnya adalah bentuk amal shaleh, baik dari segi perbuatan, pemikiran (ilmu), serta ucapannya, akan terus mengalir ke mana-mana sehingga pahala dari amalan tersebut terus mendo’akan agar arwah Gus Dur di alam sana tenang serta disediakan tempat yang mulia di sisi-Nya.
Demikianlah do’a kita untuk Gus Dur. Jasa-jasa serta kontribusi beliau untuk negeri ini sungguh tak bisa dilupakan sepanjang perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia. Sentralisasi dirubahnya menjadi demokratisasi. Kesederhanaannya adalah bentuk kepedulian serta keberpihakan terhadap kaum minoritas nan tertindas. Kursi kekuasaan yang pernah direngkuh tidak lantas membuat beliau menjadi orang elit nan angkuh. Sikap sederhana beliau inilah bentuk sisi lain sosok Abdurahman Wahid. Hamba nomor satu seperti terjemahan namanya membuat beliau benar-benar dipandang semua orang untuk kemudian dicontoh serta diteladani. Tidak seperti para pemimpin kita saat ini yang cenderung menggunakan kursi kekuasaan sebagai media untuk popularitas belaka. Sikap serta pemikiran beliaulah yang telah membesarkan dirinya, bukan karena latar belakang secara materi. Beliau seakan tidak menggunakan kekuatan materi untuk sekedar mengatakan bahwa Gus Dur adalah sosok pemimpin sejati. Jujur dan sederhana ditunjukkannya ke hadapan publik negeri menghapus sekat-sekat penghalang antara dirinya dan masyarakat.
Kesederhanan Gus Dur adalah ciri khas atau karakteristik dirinya. Maka, tak salah jika dikatakan bahwa cucu KH. Hasyim Asy’ari ini adalah sosok pemimpin negara yang khas tanpa meniru gaya kepemimpinan orang lain. Gus Dur adalah Gus Dur. Dalam segi penampilan, Gus Dur sangat khas dengan baju batik yang selalu beliau kenakan, sederhana, bahkan menjauhi kemewahan. Bukti kesederhanaan Gur Dur masih teringat dalam benak kita ketika beliau hanya mengenakan kaus dan celan pendek putih saat keluar dari istana semasa masih menjabat sebagai presiden. Penampilan ini banyak menuai kritikan dari berbagai kalangan karena dianggap tidak pantas seorang presdien hanya mengenakan pakaian seperti itu di Istana negara, karena, menurut mereka seorang presiden haruslah mengenakan pakian resmi, rapi di hadapan publik. Setidaknya, mengenakan kemeja, berjas, celana panjang, berdasi, serta ditutupi peci hitam di kepala. Padahal, maksud Gus Dur, mungkin, ingin mengatakan bahwa Istana negara bukanlah semata-mata tempat sakral yang hanya diperuntukkan kaum-kaum berdasi serta berpakian megah dan mewah. Istana negara adalah juga Istana rakyat, siapapun berhak memasukinya. Sebab, selama ini, Istana negara selain hanya dikhususkan bagi presiden atau para pejabat negara lainnya, tetapi juga terkesan sangat angker bagi masyarakat dan tidak sembarangan orang memsukinya.
Sejatinya, sikap serta tindakan Gus Dur adalah rasional. Bukan kontroversial. Tidak mudah memang memahami sikap Gus Dur, tetapi andaikan saja kita memahami pesan yang ingin beliau sampaikan, niscaya siapapun tentu akan terkesima. Namun begitu, masih saja ada pihak-pihak yang ingin menjatuhkan beliau hanya karena kepentingan politik dan kekuasaan belaka. Harapan kita, semoga saja pihak-pihak terkait sudah meminta maaf pada Gus Dur sebelum beliau mengehembuskan nafas terakhir. Sebab, andaikan hal itu belum terlaksanakan, maka kerugian besarlah yang menimpa orang tersebut karena salah satu upaya manusia meleburkan dosa, dia haruslah meminta maaf atas kesalahannya kepada seseorang dan setelahnya barulah bertaubat kepada Tuhan. Itulah gunanya kita untuk saling meminta maaf kepada sesama demi kepentingan peleburan dosa sebelum dileburkan olah Sang Pencipta, dan andai belum sempat kita meminta maaf kepada seseorang atas kesalahan terhadap dirinya, tentu Tuhan Yang Maha Esa tidak semudah itu memaafkan dosa yang telah kita perbuat terhadap seseorang.
Pungksannya, kejujuran serta kesederhanaan Gus Dur patut dipelajari serta dicontoh. Terutama para pemimpin-pemimpin negeri ini yang seakan sudah begitu jauh dari kedua sifat tersebut. Setiap hari kita saksikan praktek-praktek pembenaran dan pembelaan mati-matian hanya untuk sebuah kesalahan yang telah dilakukannya dengan berbagai alibi serta dalih-dalih argumentatif jauh dari kebenaran, alih-alih kejujuran.