Beberapa
waktu sebelum ketua MPR-RI, Taufiq Kiemas wafat, beliau sempat memberikan
sebuah pesan untuk menjaga toleransi . Hal ini tentunya senafas dengan sikap
beliau yang banyak kalangan mengakui memiliki sikap toleran dan bersahabat
dengan siapapun, sekalipun dengan lawan politiknya. Mungkin, bagi beliau, sikap
toleran merupakan alat yang paling ampuh untuk menciptakan persatuan dan
kesatuan bangsa ini, karena tanpa hal itu niscaya Indonesia telah bubar.
Yogyakarta
adalah sebuah kota toleran. Tidak
sedikit kalangan yang mengakui akan hal ini, dan terbukti Yogyakarta menjadi
sosok kota yang ramah terhadap siapapun. Potensi terjadinya konflik di kota
yang dipimpin oleh seorang raja ini sangat minim, meski di dalamnya terdapat
serta berkumpul orang-orang yang terdiri dari berbagai macam etnis dan suku
yang berbeda-beda.
Berkumpulnya
etnis dan suku yang berbeda-beda terjadi karena arus pendidikan yang membawa
mereka. Maksudnya, titel Yogyakarta sebagai kota pelajar telah mampu menarik
perhatian dari berbagai suku dan etnis di Indonesia untuk menimba ilmu
pengetahuan di dalamnya, sehingga terjadilah akulturasi budaya yang tampak
manis.
Akulturasi
budaya yang berbuah manis di kota gudheg menjadi bukti bahwa persatuan dan
kesatuan Indonesia bukan merupakan sebuah wacana kosong. Tetapi justru
memperlihatkan bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya sadar akan sejarah yang
telah membentuk bangsa ini sebagai negara kesatuan meski dilingkupi oleh
berbagai aneka ragam perbedaan. Dan perbedaan telah dijadikan semacam aset
berharga untuk menciptakan Indonesia sebagai negara maju serta berperadaban.
Berbicara
mengenai toleransi, Yogyakarta dapat dikatakan sebagai sebuah kota yang patut
untuk dijadikan tolak ukur serta patut dicontoh oleh kota-kota lain, bahkan
Yogyakarta dijuluki sebagai the city of
tolerance.
Selain
itu, kota yang masih menganut sistem penetapan ini dianggap sebagai kota yang
masih kental dengan budaya lokalnya. Sehingga banyak kalangan menilai bahwa
Yogyakarta merupakan kota budaya di mana kebudayaan lokal masyarakat masih
terjaga serta tetap dilestarikan oleh masyarakat setempat. Simbol kebudayaan
kota Yogyakarta juga dipertegas dengan masih kokohnya keraton yang berdiri
tegap di jantung kota tua ini.
Citra
Yogyakarta sebagai kota budaya merupakan sebuah aset penting yang harus tetap
dilestarikan dan dijaga keutuhannya. Sebab, citra tersebut setidaknya telah
mengundang decak kagum baik wisatawan lokal maupun wisatawan luar negeri untuk
berbondong-bondong mendatangi Yogyakarta. Citra tersebut tentu akan terjaga
sepanjang hayat jika sikap toleransi yang telah tumbuh subur dapat
dipertahankan sebaik-baiknya serta menghindari terjadinya konflik. Sebab,
konflik tidak hanya akan menghancurkan aspek fisik tetapi juga dapat
meluluhlantakkan sendi-sendi kebudayaan.