Friday 27 September 2013

Berwisata Ria

            Pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Aku melaksanakan sholat subuh. Rendy dan Hendar masih belum beranjak dari tempat tidur, aku sengaja tak membangunkan mereka.
            Di kost masih sepi. Belum ada satu pun penghuni kost yang berisi delapan kamar ini yang telah bangun, mereka masih asyik bersama mimpi-mimpinya. Suasana sepi ini ku manfaatkan tuk melanjutkan kisahku ini ditemani secangkir teh panas dan roti tawar.
            Saat sedang menulis, pintu kamar ada yang mengetuk dari luar. Ku buka pintu pelan-pelan, dan di depan muncul seorang perempuan paruh baya dengan wajah sinis memandangiku. Egoku tertikam oleh pandangan matanya yang seakan-akan dengan segala kekuatannya mau menyerang dan menerkam aku yang sedang berada dalam posisi tidak siap perang. Andai perempuan ini benar-benar menyerang, menerkam dan menerjang aku, tentu aku tak akan menang dan tersungkur kalah di tanah.
            “Kamu itu nggak ada kabarnya, udah tiga bulan ini, ke mana saja?”, tanyanya marah.
            “Saya pulang selama tiga bulan terakhir ini”, jawabku mengalah.
            Perempuan itu menarik nafas panjang-panjang, sepertinya ia sedang mengendalikan emosinya. Apes sekali pagiku kali ini, pikirku, belum saja genap satu hari aku di Yogya sudah dapat masalah. Aku jadi teringat akan pesan ibu tempo hari saat aku akan meningalkan rumah. “Jangan membuat masalah di negeri orang”, pesan beliau.
            Pelan-pelan aku memulai pembicaraan pada perempuan yang ada di hadapanku ini. Aku lihat emosinya telah stabil setelah ia menarik nafas panjang-panjang, tapi raut wajahnya masih menyisakan kemarahan yang tak dapat ia sembunyikan.
            Sebenarnya aku merasa agak aneh dengan keadaan ini. Setahuku, selama ini ibu kost tak pernah semarah ini kepadaku. Soal urusan kost, aku tak pernah mengecewakannya, terlebih jika hanya gara-gara telat membayar.
            “Ada apa to bu kok pagi-pagi sudah marah-marah?”, aku memberanikan diri bicara.
            Beliau terdiam sejenak. Aku menunggu jawaban dari pertanyaanku barusan.
            “Aku lagi butuh duit rik. Nah, kebetulan kamu udah tiga bulan ini belum membayar kost, dan nggak ada kabarnya sama sekali”, paparnya.
            “Ya bu, saya mengerti. Tapi kan nggak harus dengan cara marah begini.!”, aku balik menyerang.
            Sepertinya aku punya senjata untuk menyerang balik ibu kost. Kemarahannya aku jadikan sebagai senjata yang tepat tuk menyerang psikisnya, dan beliau diam saja, mungkin sadar bahwa caranya salah.
            “Memangnya temanku yang menempati kamar ini selama tiga bulan itu nggak membayar bu?”, tanyaku.
            “Nah, itu masalahnya. Aku ngak tau kalau kamu pulang, dan kamu nggak kasi kabar. Aku kaget pas ke sini kalau ternyata kamarmu ini sudah ditempati orang lain”. imbuhnya.
            Lanjutnya; “Pas aku minta dia membayar, dia selalu bilang nanti nunggu Erik sudah balik ke sini”.
            Dari penjelasan ibu kost ini, aku jadi tahu kalau ternyata selama tiga bulan belakangan ini Fida tidak membayar kost ini, padahal dia yang menempati. Fida telah berbohong kepadaku, sebab, saat aku di rumah dia bilang jika kost sudah dia bayar. Nah, ketemu biang keladi masalah ini, Fida.! Agar masalah ini tidak larut, aku memberikan uang kepada ibu kost, tebusan tiga bulan yang lalu sekaligus bayaran untuk sembilan bulan ke depan. Setelah aku beri uang, ibu kost pun beranjak dan mengucapkan terimakasih. Aku juga meminta maaf.
            Rendy dan Hendar sudah bangun. Segera aku suruh mereka mandi.
            Setelah kedua orang ini tampak rapih, aku pun mandi dan setalah itu juga tidak mau kalah rapi. Kemudian aku menelepon Fida, menanyakan mobil rental yang aku pesan untuk hari ini. Tak lama kemudian Fida sudah berada di depan dengan mobil itu. Segera aku ajak beberapa teman kost untuk jalan-jalan ke Candi Prambanan, Candi Borobudur, Malioboro, Parangtritis, dan berakhir di Pantai Depok.
            Di beberapa kawasan wisata itu tidak lupa kami berphoto. Terutama Rendy dan Hendar, di mana mereka untuk pertama kalinya datang ke Yogya. Aku berharap momentum ini akan menjadi kenangan dan cerita manis untuk kedua orang ini, terutama Hendar yang tujuannya berlibur.
Sesampainya kami di Maliobro, aku mengantarkan Rendy dan Hendar belanja-belanja di Mall, sedang yang lain tak tahu ke mana. Aku hanya sekadar menemani saja, tak berniat belanja apa-apa. Satu jam kemudian, aku kaget dengan barang belanjaan Rendy yang sangat banyak seperti tidak pernah berbelanja selama bertahun-tahun, dan cukup menguras isi saku, tapi aku pikir hal itu lumrah, sebab jika dibandingkan dengan barang-barang di Kalimantan, di sini jauh lebih murah. Di Kalimantan, sepotong celana jeans harganya bisa-bisa tiga kali lipat dibanding harga di sini.
Jalan-jalan kami hari ini berakhir di Pantai Depok. Melepas lelah, melepas panas, dan melepas penat di tengah-tengah sengatan matahari di langit Yogya, kami memutuskan tuk beristirahat di Depok sambil bersantap ria menu ikan-ikan laut. Peserta jalan-jalan yang berjumlah depalan orang ini tampak gembira. Aku turut bergembira. Setelah bersantap-ria, kami pun pulang.
Malam ini badanku terasa sangat lelah sekali. Di luar hujan deras. Rendy dan Hendar sejak maghrib tadi diajak teman-teman ke luar, mungkin ngopi. Aku sengaja tak ikut karena ingin istirahat.
Sebelum ikut kapuk berlayar ke negeri seberang, aku membuat janji dengan Nul besok pagi bertemu. Dia tak menolak, bahkan terdengar semangat. Begitu juga aku, bertemu dan ngobrol dengan Nul adalah kesempatan emas yang tidak akan aku sia-siakan. Besok, pukul 10.00 WIB di sebuah tempat wisata. Aku berkhayal, tempat wisata itu besok akan semakin tampak indah karena kehadiran Nul. Gombal.!!! Aku tertidur dalam khayalanku sendiri.! #
Disqus Comments