Hidup terus mengalami perubahan-perubahan. Kejadian
atau peristiwa hari ini tak akan pernah terulang di masa yang akan datang, dan
oleh karena itulah sebagian orang terjadang mengabadikan aktivitas hariannya
dalam lembaran-lembaran kertas karena semua hal yang kita lakukan adalah
sejarah untuk diri kita sendiri.
Waktu terus berjalan, dan tak akan ada siapapun di
dunia ini yang dapat menghentikan putaran jarum waktu yang terus menerus
berputar mengikuti masa demi masa. Perputaran jarum waktu yang seakan tiada
lelahnya itu membuat manusia hidup terasa semakin lama, meski terkadang siang
berganti malam, dan malam berganti siang tak disadari oleh manusia. Mengapa
bisa terjadi demikian itu? Ya, karena kita memang tak terbiasa menghitung
waktu, atau mungkin lebih ekstrem lagi, kita adalah salah satu dari kebanyakan
manusia yang kurang menghargai waktu, sehingga waktu berlalu begitu saja tanpa
kita memberikan sebuah arti penting bersamanya.
Mungkin karena alasan inilah
mengapa Tuhan bersumpah atas nama waktu.!!
Rembulan malam ini telah menunjukan pertanda kita
sedang berada di pertengahan bulan Desember tahun 2012. Bulan purnama itu tampak sangat rendah,
seakan ingin bersatu dengan bumi, seperti halnya jika kita sedang berada di
tengah-tengah lautan, maka pada sore hari dengan mata telanjang kita akan
melihat matahari yang seakan ingin tenggelam ke dasar lautan, padahal sejatinya
ia sedang berlari ke ufuk barat untuk meninggalkan siang.
Aku akan tetap memuji rembulan, terutama bulan purnama
malam ini, meski tak sedikit orang mengatakan bahwa kita memang sering ditipu
oleh bulan. Dari kejauhan ini tampak sekali bulan itu amat sangat indah,
menyegarkan pandangan mata, serta menyejukan jiwa bagi yang memandang dengan
puja-pujinya. Namun, bagi yang sinis, maka mereka akan mengataan bahwa
penampakan rembulan sesempurna itu hanyalah tipuan belaka, sebab jika dilihat
dari dekat, katanya, bulan itu cekung, bolong, serta kotor, sama halnya dengan
bumi. Tetapi, karena kita hanya mampu melihatnya dari jauh, maka bulan itu
tampak sangat indah, dan jauh dari cela sedikitpun.
“Aaaahh, kayak pernah mendarat di bulan saja
orang-orang sewot itu”, dengan nada jengkel aku berkata dalam hati, karena aku
sendiri tak termasuk dalam golongan mereka yang sinis terhadap penamakan
rembulan. Apapun kata-kata mereka tentang keindahan ini, bagiku tidaklah
penting, kita sama-sama mempunyai pandangan sendiri-sendiri. Bagiku, sampai
kapanpun, rembulan akan tetap terlihat indah sampai kelak jika ia pecah karena
telah ditakdirkan akan bertabrakan dengan planet, matahari, bintang, serta
benda-benda langit lainnya pada suatu hari nanti. Kiamat.!
Mendengar kata kiamat, pikiranku lantas berpaling dari
pemujianku terhadap keindahan rembulan malam ini. Yang tadinya pikiran dan mata
dihiasi dengan keindahan karena takjub kepada rembulan kita semerta-merta
berubah drastis menjadi gelap. Aku lantas teringat kembali dengan ramalan
bangsa Maya, bahwa pada tanggal 21-12-12 akan terjadi kiamat, dunia akan
hancur.!! Secara keyakinan memang aku tak meyakininya, tapi berita beredar di
seluruh penjuru dunia, bahkan telah membuat gaduh sebagian manusia. Namun,
gencarnya pemberitaan ramalan bangsa Maya tentang hari kiamat membuat aku
beranjak dari tempat ini dan menuju ke kost, daripada aku sendiri ikut-ikutan
mengamini bangsa Maya, pikirku, lebih baik aku tidur saja.
Kesokan harinya berita sesat lagi menyesatkan itu,
gumamku dalam hati, masih saja bergema di mana-mana. Rasa-rasanya ingin sekali
aku meluruskan kepada segenap umat manusia di muka bumi ini, bahwa ramalan itu
tidak benar, karena kiamat adalah urusan tuhan saja. Tapi kenyataannya, hari
ini aku lihat banyak orang yang akan pulang kampung, sebab, berita ini juga
bersamaan dengan waktu libur natal.
Aku sudah tak mau peduli dengan berita ini lagi, karena
hari ini aku harus pergi menemui temanku yang kemarin hari memohon bantuanku
untuk menyelesaikan tugas kuliahnya, sebab tak lama lagi ujian akhir semester
akan segera digelar. Bagiku, membantu teman ini adalah penting daripada
memikirkan serta mendengarkan berita sesat lagi menyesatkan itu.
Dengan berjalan kaki, aku telah sampai di kost temanku
yang ku maksud. Yoga. Tak perlu waktu lama aku berada di kost Yoga, dia lantas
menyuguhkan sebuah laptop sekaligus menunjukan tugas-tugas kuliahnya kepadaku untuk
aku selesaikan selama dua hari. Aku pun kaget, karena kemarin hari kita telah
mufakat untuk mengerjakannnya bersama-sama.
“Loh, Yoga, ini kok dikasihkan ke aku, bukannya kita
mau ngerjain tugasmu bersama-sama?”, tanyaku dengan wajah terheran-heran sambil
memegang laptop yang disodorkan Yoga ke tanganku yang kosong.
Dengan nada terburu-buru Yoga menjawab, “Rik, aku
minta tolong banget sama kamu, aku nggak bisa ngerjain ini bareng kamu, jadi
aku minta tolong kamu saja yang ngerjain sendiri, karena aku yakin kamu bisa.
Aku buru-buru mau pulang ini, tadi aku ditelpon ibu disuruh pulang, bapakku
masuk rumah sakit dan sekarang dalam keadaan koma..!!”, papar Yoga dengan wajah
gelisah sekaligus khawatir dengan kondisi bapaknya yang sedang terbaring sakit
di rumah pesakitan.
“Oke bro.!”.
Dengan penuh
empatik aku berkata, “Siap, ini aku kerjain sendiri aja nggak apa-apa bro, kau
pulang saja, temani bapakmu dan aku doakan semoga bapak segera sembuh”, amin.
Sembari aku memberikan semangat kepada Yoga agar dia jangan terlalu panik
dengan kondisi ini.
“Kau segeralah pulang, sampaikan salamku untuk
keluarga, dan jangan lupa, pastikan kau balik ke Yogya jika bapakmu sudah dalam
kondisi sehat, oke?”, aku tak tega melihat wajah Yoga yang tampak dirundung
kesedihan karena bapaknya biasanya tak pernah sakit sampai separah ini.
Tak lama kemudian, Yoga keluar dari kost-nya dengan
menyangking tas kecil sembari mengenakan helm, dan dia putuskan untuk pulang ke
rumah dengan mengendarai sepeda motor. Sementara aku meminta kepadanya untuk
mengantarkanku ke kost Ajis.
Sesampainya aku di kost Ajis, aku lihat dia sedang
tertidur pulas, paling tadi malam habis begadang pikirku. Karena sudah merasa
siang, aku lantas membangunkannya dan kebetulan aku juga sedang membawa makan,
dan aku yakin Ajis pasti belum makan siang.
Menjelang sore hari tiba, aku bersama Ajis memutuskan
untuk keluar ke warung kopi. Setelah jam menunjukan pukul 20.00 WIB, handphone-ku
berdering, dan segera aku menjawab sebuah telepon dari nomor yang tak aku
kenal.
“Halo, siapa ini?”, tanyaku ingin tahu.
“Halo, ini Hijra mas, sampean di mana sekarang, ini
Fida abis kecelakaan, parah banget, sampean tak tunggu di kost ya”, suaranya
terdengar gemetar. Dan aku tidak kaget, ekspresiku biasa-bisa saja, karena aku
belum yakin jika berita ini benar demikian adanya.
“Iya, bentar lagi aku sama Ajis ke kostmu bro”,
jawabku datar dan dengan nada santai seakan-akan tak percaya dengan berita naas
ini.
Setelah setengah jam aku dan Ajis tak beranjak dari
tempat duduk, ada sms, yang mengharapkan aku dan Ajis untuk segera datang ke
kost Hijra. Kali ini aku mulai percaya bahwa berita ini benar adanya, dan
segera aku beserta Ajis berkemas-kemas lalu pergi menuju kost yang dimaksud.
Kaget tak alang kepalang, aku lihat wajah Fida penuh dengan darah, nyaris tak
tampak wajah aslinya karena dilumuri oleh darah merah kehitam-hitaman. Tanpa
diperintah, kami pun segera membawa Fida ke rumah sakit. Dan saat sedang berada
di rumah sakit sembari menanti hasil pemeriksaan Fida, handphone kembali
berdering, dan kali ini bokde yang menelpon, dan segera aku bilang saat ini
sedang berada di rumah sakit menunggu temanku yang baru saja habis kecelakaan.
Telepon pun segera ditutup olehnya.
Tak lama kemudian, Fida keluar dari ruang pemeriksaan
dan dinyatakan dokter ntuk rawat jalan saja setelah beberapa luka di wajah
temanku satu ini dijejali dengan beberapa jahitan. Fida, diinapkan di kost
Hijra, dan beberapa saat setelah ia istirahat, tertidur, aku putuskan untuk
kembali ke kost bersama Ajis. Seperti biasanya, di kost aku telpon-telponan
dengan bokde, karena hari ini rindu kian membujuk di relung hati. Aku tenggelam
dalam obrolan lewat handphone dengan bokde, sampai kami selesai bersenda gurau
melalui suara di balik HP. Baru setelah itu aku menghadap laptop untuk
menyelesaikan tugas Yoga yang ia titipkan kepadaku tadi siang. Dan aku larut
hingga tengah malam menjelang waktu subuh.
Selang beberapa hari kemudian, Fida sudah terlihat
sehat dengan perban di sekitar wajahnya, dan terlihat lebam seperti habis
dipukul orang. Hanya itu yang tersisa dari kecelakaannya tadi malam, dan
kondisi ini tidak mengkhawatirkan, bahkan aku anggap telah sembuh. Dan bersamaan dengan ini, Ajay, temanku
diwisuda, aku turut merasa senang atas keberhasilannya dalam menyelesaikan
kuliah.#