Friday, 27 September 2013

Kejadian Demi Kejadian

Hidup terus mengalami perubahan-perubahan. Kejadian atau peristiwa hari ini tak akan pernah terulang di masa yang akan datang, dan oleh karena itulah sebagian orang terjadang mengabadikan aktivitas hariannya dalam lembaran-lembaran kertas karena semua hal yang kita lakukan adalah sejarah untuk diri kita sendiri.
Waktu terus berjalan, dan tak akan ada siapapun di dunia ini yang dapat menghentikan putaran jarum waktu yang terus menerus berputar mengikuti masa demi masa. Perputaran jarum waktu yang seakan tiada lelahnya itu membuat manusia hidup terasa semakin lama, meski terkadang siang berganti malam, dan malam berganti siang tak disadari oleh manusia. Mengapa bisa terjadi demikian itu? Ya, karena kita memang tak terbiasa menghitung waktu, atau mungkin lebih ekstrem lagi, kita adalah salah satu dari kebanyakan manusia yang kurang menghargai waktu, sehingga waktu berlalu begitu saja tanpa kita memberikan sebuah arti penting bersamanya.  Mungkin karena alasan  inilah mengapa Tuhan bersumpah atas nama waktu.!!
Rembulan malam ini telah menunjukan pertanda kita sedang berada di pertengahan bulan Desember tahun 2012.  Bulan purnama itu tampak sangat rendah, seakan ingin bersatu dengan bumi, seperti halnya jika kita sedang berada di tengah-tengah lautan, maka pada sore hari dengan mata telanjang kita akan melihat matahari yang seakan ingin tenggelam ke dasar lautan, padahal sejatinya ia sedang berlari ke ufuk barat untuk meninggalkan siang.
Aku akan tetap memuji rembulan, terutama bulan purnama malam ini, meski tak sedikit orang mengatakan bahwa kita memang sering ditipu oleh bulan. Dari kejauhan ini tampak sekali bulan itu amat sangat indah, menyegarkan pandangan mata, serta menyejukan jiwa bagi yang memandang dengan puja-pujinya. Namun, bagi yang sinis, maka mereka akan mengataan bahwa penampakan rembulan sesempurna itu hanyalah tipuan belaka, sebab jika dilihat dari dekat, katanya, bulan itu cekung, bolong, serta kotor, sama halnya dengan bumi. Tetapi, karena kita hanya mampu melihatnya dari jauh, maka bulan itu tampak sangat indah, dan jauh dari cela sedikitpun.
“Aaaahh, kayak pernah mendarat di bulan saja orang-orang sewot itu”, dengan nada jengkel aku berkata dalam hati, karena aku sendiri tak termasuk dalam golongan mereka yang sinis terhadap penamakan rembulan. Apapun kata-kata mereka tentang keindahan ini, bagiku tidaklah penting, kita sama-sama mempunyai pandangan sendiri-sendiri. Bagiku, sampai kapanpun, rembulan akan tetap terlihat indah sampai kelak jika ia pecah karena telah ditakdirkan akan bertabrakan dengan planet, matahari, bintang, serta benda-benda langit lainnya pada suatu hari nanti. Kiamat.!
Mendengar kata kiamat, pikiranku lantas berpaling dari pemujianku terhadap keindahan rembulan malam ini. Yang tadinya pikiran dan mata dihiasi dengan keindahan karena takjub kepada rembulan kita semerta-merta berubah drastis menjadi gelap. Aku lantas teringat kembali dengan ramalan bangsa Maya, bahwa pada tanggal 21-12-12 akan terjadi kiamat, dunia akan hancur.!! Secara keyakinan memang aku tak meyakininya, tapi berita beredar di seluruh penjuru dunia, bahkan telah membuat gaduh sebagian manusia. Namun, gencarnya pemberitaan ramalan bangsa Maya tentang hari kiamat membuat aku beranjak dari tempat ini dan menuju ke kost, daripada aku sendiri ikut-ikutan mengamini bangsa Maya, pikirku, lebih baik aku tidur saja.
Kesokan harinya berita sesat lagi menyesatkan itu, gumamku dalam hati, masih saja bergema di mana-mana. Rasa-rasanya ingin sekali aku meluruskan kepada segenap umat manusia di muka bumi ini, bahwa ramalan itu tidak benar, karena kiamat adalah urusan tuhan saja. Tapi kenyataannya, hari ini aku lihat banyak orang yang akan pulang kampung, sebab, berita ini juga bersamaan dengan waktu libur natal.
Aku sudah tak mau peduli dengan berita ini lagi, karena hari ini aku harus pergi menemui temanku yang kemarin hari memohon bantuanku untuk menyelesaikan tugas kuliahnya, sebab tak lama lagi ujian akhir semester akan segera digelar. Bagiku, membantu teman ini adalah penting daripada memikirkan serta mendengarkan berita sesat lagi menyesatkan itu.
Dengan berjalan kaki, aku telah sampai di kost temanku yang ku maksud. Yoga. Tak perlu waktu lama aku berada di kost Yoga, dia lantas menyuguhkan sebuah laptop sekaligus menunjukan tugas-tugas kuliahnya kepadaku untuk aku selesaikan selama dua hari. Aku pun kaget, karena kemarin hari kita telah mufakat untuk mengerjakannnya bersama-sama.
“Loh, Yoga, ini kok dikasihkan ke aku, bukannya kita mau ngerjain tugasmu bersama-sama?”, tanyaku dengan wajah terheran-heran sambil memegang laptop yang disodorkan Yoga ke tanganku yang kosong.
Dengan nada terburu-buru Yoga menjawab, “Rik, aku minta tolong banget sama kamu, aku nggak bisa ngerjain ini bareng kamu, jadi aku minta tolong kamu saja yang ngerjain sendiri, karena aku yakin kamu bisa. Aku buru-buru mau pulang ini, tadi aku ditelpon ibu disuruh pulang, bapakku masuk rumah sakit dan sekarang dalam keadaan koma..!!”, papar Yoga dengan wajah gelisah sekaligus khawatir dengan kondisi bapaknya yang sedang terbaring sakit di rumah pesakitan.
“Oke bro.!”.
 Dengan penuh empatik aku berkata, “Siap, ini aku kerjain sendiri aja nggak apa-apa bro, kau pulang saja, temani bapakmu dan aku doakan semoga bapak segera sembuh”, amin. Sembari aku memberikan semangat kepada Yoga agar dia jangan terlalu panik dengan kondisi ini.
“Kau segeralah pulang, sampaikan salamku untuk keluarga, dan jangan lupa, pastikan kau balik ke Yogya jika bapakmu sudah dalam kondisi sehat, oke?”, aku tak tega melihat wajah Yoga yang tampak dirundung kesedihan karena bapaknya biasanya tak pernah sakit sampai separah ini.
Tak lama kemudian, Yoga keluar dari kost-nya dengan menyangking tas kecil sembari mengenakan helm, dan dia putuskan untuk pulang ke rumah dengan mengendarai sepeda motor. Sementara aku meminta kepadanya untuk mengantarkanku ke kost Ajis.
Sesampainya aku di kost Ajis, aku lihat dia sedang tertidur pulas, paling tadi malam habis begadang pikirku. Karena sudah merasa siang, aku lantas membangunkannya dan kebetulan aku juga sedang membawa makan, dan aku yakin Ajis pasti belum makan siang.
Menjelang sore hari tiba, aku bersama Ajis memutuskan untuk keluar ke warung kopi. Setelah jam menunjukan pukul 20.00 WIB, handphone-ku berdering, dan segera aku menjawab sebuah telepon dari nomor yang tak aku kenal.
“Halo, siapa ini?”, tanyaku ingin tahu.
“Halo, ini Hijra mas, sampean di mana sekarang, ini Fida abis kecelakaan, parah banget, sampean tak tunggu di kost ya”, suaranya terdengar gemetar. Dan aku tidak kaget, ekspresiku biasa-bisa saja, karena aku belum yakin jika berita ini benar demikian adanya.
“Iya, bentar lagi aku sama Ajis ke kostmu bro”, jawabku datar dan dengan nada santai seakan-akan tak percaya dengan berita naas ini.
Setelah setengah jam aku dan Ajis tak beranjak dari tempat duduk, ada sms, yang mengharapkan aku dan Ajis untuk segera datang ke kost Hijra. Kali ini aku mulai percaya bahwa berita ini benar adanya, dan segera aku beserta Ajis berkemas-kemas lalu pergi menuju kost yang dimaksud. Kaget tak alang kepalang, aku lihat wajah Fida penuh dengan darah, nyaris tak tampak wajah aslinya karena dilumuri oleh darah merah kehitam-hitaman. Tanpa diperintah, kami pun segera membawa Fida ke rumah sakit. Dan saat sedang berada di rumah sakit sembari menanti hasil pemeriksaan Fida, handphone kembali berdering, dan kali ini bokde yang menelpon, dan segera aku bilang saat ini sedang berada di rumah sakit menunggu temanku yang baru saja habis kecelakaan. Telepon pun segera ditutup olehnya.
Tak lama kemudian, Fida keluar dari ruang pemeriksaan dan dinyatakan dokter ntuk rawat jalan saja setelah beberapa luka di wajah temanku satu ini dijejali dengan beberapa jahitan. Fida, diinapkan di kost Hijra, dan beberapa saat setelah ia istirahat, tertidur, aku putuskan untuk kembali ke kost bersama Ajis. Seperti biasanya, di kost aku telpon-telponan dengan bokde, karena hari ini rindu kian membujuk di relung hati. Aku tenggelam dalam obrolan lewat handphone dengan bokde, sampai kami selesai bersenda gurau melalui suara di balik HP. Baru setelah itu aku menghadap laptop untuk menyelesaikan tugas Yoga yang ia titipkan kepadaku tadi siang. Dan aku larut hingga tengah malam menjelang waktu subuh.
Selang beberapa hari kemudian, Fida sudah terlihat sehat dengan perban di sekitar wajahnya, dan terlihat lebam seperti habis dipukul orang. Hanya itu yang tersisa dari kecelakaannya tadi malam, dan kondisi ini tidak mengkhawatirkan, bahkan aku anggap telah sembuh.  Dan bersamaan dengan ini, Ajay, temanku diwisuda, aku turut merasa senang atas keberhasilannya dalam menyelesaikan kuliah.#
Disqus Comments