Sunday 15 December 2013

Menindaklanjuti Pengakuan Ketua KPK



Di Jawa Timur, banyak koruptor kelas wahid berkeliaran namun sulit ditelusuri. Kiran-kira begitulah pengakuan Ketua KPK, Abraham Samad tempo hari di Jakarta dalam sebuah diskusi. Statemen ini kontan saja menuai perhatian publik, tak terkecuali beberapa ormas, LSM dan pemerintah Jawa Timur. Sebagian kalangan bersikap mencemooh pengakuan tersebut karena KPK dinilai tidak serius menangani kasus korupsi di Jatim, sebab, mereka menganggap selama ini data-data mengenai praktek korupsi di Jatim telah dilaporkan, namun terkesan tak ditanggapi oleh KPK.
Di lain pihak, utamanya pemerintah Jawa Timur mengaku siap membantu jika memang benar KPK mengendus adanya praktek korupsi di daerah yang dipimpin oleh Soekarwo ini. dalam konteks ini, maka KPK sedang menghadapi tantangan serius terkait dengan praktek korupsi di Jatim. Tantangan dalam pengertian bahwa KPK harus mempertanggungjawabkan pernyataannya tempo hari itu dengan cara membuktikan apakah benar di Jatim banyak koruptor kelas kakap seperti diakui Abraham Samad.
Dalam pada itu, catatan paling penting yang harus diperhatikan KPK, terkait praktek korupsi di Jatim ialah laporan dari Masyarakat Pemantauan Program dan Kebijaksanaan Pemerintah Jawa Timur (MP3KP) yang mengatakan bahwa selama tiga tahun terakhir telah melaporkan sejumlah kasus korupsi di Jatim lengkap dengan data-datanya ke KPK. Namun, menurut mereka, KPK hingga kini terkesan tidak pernah menindaklanjuti laporan tersebut. Pertanyaan yang kemudian muncul, mengapa KPK terkesan tak menanggapi laporan itu?
Persoalan korupsi erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah. Mengapa demikian? Karena praktek korupsi terjadi tidak hanya dilakukan oleh perorangan, kelompok maupun oknum tertentu, tetapi juga dilakukan oleh suatu korporasi. Dalam bahasa sederhananya, korupsi itu terjadi karena perselingkuhan pemegang kebijakan dengan pengusaha, terutama terkait berbagai macam proyek atau tender. Sebagai catatan, jenis-jenis korupsi itu setidaknya meliputi penyapan, penggelapan, pemerasan, pengadaan, dan grafitasi.
Oleh karenanya, beberapa jenis korupsi itu sudah seharusnya dijadikan sebagai bahan kajian mendalam, terutama mengenai perspektif pendekatan terhadap perkara korupsi. Persoalannya, selama ini kita memandang korupsi hanya dilihat dari persoalan hukum semata, padahal masih ada celah lain yang dapat dijadikan sebagai acuan.
Pendekatan penanganan korupsi selama ini tampak hanya bergulat pada pendekatan represif, seperti penangkapan, penanganan dan pemenjaraan, dan belum menyentuh pada soal pencegahan. Nyatanya, pendekatan secara represif justru terkesan kurang efektif, bahkan tidak mempan dalam upaya mencegah terjadinya praktek haram korupsi, malah semakin getol. Tak ada efek jera. Lebih daripada itu, para koruptor juga telah berani secara terang-terangan mengobok-obok UU dan aturan main terkait pemberantasan korupsi. Itu artinya, pendekatan secara represif masih dianggap belum cukup efektif, sehingga KPK harus melakukan pengkajian ulang agar proses pemberantasan tindak pidana korupsi didekati dengan metode yang integratif.
Metode integratif maksudnya ialah memadukan antara dua pendekatan, yakni pendekatan secara represif dan pendekatan berupa pencegahan-pencegahan. Salah satunya ialah dengan cara penguatan sektor-sektor strategis untuk kepentingan nasional (national interest), karena jika sektor-sektor tersebut lemah, maka melalui celah itulah para koruptor ulung bermain, bentuknya berupa perselingkuhan para pengusaha atau pemodal dengan negara atau para pemegang kebijakan. Jadi, jangan heran jika praktek korupsi sekarang tidak lagi hanya sekadar dilakukan perorangan atau kelompok, tetapi juga dilakukan oleh korporasi-korporasi yang memiliki kepentingan besar dari berbagai sektor strategis yang lemah. Sebab itu, memperbaiki sektor-sektor strategis menjadi sangat mendesak dilakukan demi kepentingan nasional serta kesejahteraan masyarakat, karena selama ini muncul kesan kekayaan negeri ini hanya dinikmati oleh para pemodal dan pejabat-pejabat negara saja, lalu menafikan kesejahteraan masyarakat yang seharusnya menjadi tujuan serta prinsip utama negara.
Dalam pada itu, beberapa jenis perilaku korup itu mengindikasikan bahwa sulit untuk tidak mengatakan di Jatim luput dari perilaku perampokan kekayaan negara itu. Jadi, hemat penulis, pengakuan KPK, Abraham Samad terkait dengan adanya praktek korupsi di Jatim tidaklah berlebihan. Hanya saja persoalannya apakah KPK serius ingin menguak praktek korupsi di Jatim setelah mereka mencium gerak gerik koruptor yang sangat ulung dan misterius itu.
Memang, harus diakui bahwa praktek korupsi dilakukan secara terorganisir dan sistematis. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan mengapa koruptor terasa sulit ditelusuri, sebab, masing-masing oknum pelaku mempelajari pergerakan KPK serta menlenyapkan jejak mereka setelah korupsi dilakukan.
Hal ini pula diakui oleh Abraham Samad tempo hari. Selain menyebutkan di Jatim banyak korptor kelas wahid, ketua KPK itu juga mengaku kesulitan menelusuri jejak rekam koruptor karena mereka tahu pergerakan KPK, serta dengan mudah mengelabui komisi yang sedang naik daun itu.
Singkatnya, lewat pernyataannya, KPK akan kembali diuji oleh publik tentang keseriusannya terkait penelusuran kasus korupsi di Jatim. Lebih-lebih MP3KP mengaku bahwa selama ini telah sering memberikan laporan ke KPK terkait tindak pidana korupsi di Jatim, bahkan lengkap dengan data-datanya. Jika KPK tidak segera menindaklanjutinya, maka ini akan menjadi semacam pertaruhan citra diri komisi pemberantasan korupsi yang dikenal begitu gencar mengungkap serta menangkap para koruptor  dan dinilai telah berani dan tegas, tanpa pandang bulu, tanpa kopromi dan tak memiliki beban psikologis untuk memeriksa siapapun, sekalipun ia adalah seorang pejabat tinggi negara. Dengan ketegasan dan keberanian itu, maka tidak sulit rasanya bagi KPK untuk melakukan tugas dan wewenangnya sebagai institusi penegak hukum menjerat siapa saja yang terbukti melakukan tindakan penipuan serta perempokan kekayaan negara ini, termasuk di Jawa Timur. Kita tunggu gebrakan KPK.!
Disqus Comments