Kuliah adalah sebuah proses studi untuk mengembangkan bakat dan kemampuan seorang mahasiswa. Pada masa studi, mahasiswa sudah seharusnya tahu tentang kecenderungan dan kemampuan diri sebagai pelengkap dari gelar prestisius yang akan disematkan pada dirinya seusai diwisuda dan menjadi seorang sarjana. Sebab, gelar sarjana saja tentu tak akan cukup sebagai modal diri untuk berubah ke tahap selanjutnya pasca studi, lebih-lebih jika memutuskan untuk masuk ke dunia kerja. Dan dalam dunia kerja, kemampuan dan keterampilan diri adalah dua hal yang pertama kali dipertanyakan.
Lahir dari keluarga yang tak berkecukupan menjadi motivasi tersendiri bagi saya untuk melanjutkan studi di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Padahal, sedari awal pihak keluarga, terutama ibu telah mewant-wanti saya soal ketidakmampuan beliau untuk membiayai kuliah pasca ketiadaan sosok ayah sejak 24 tahun silam. Namun, saya punya keinginan keras dan optimis mampu membiayai studi secara mandiri.
Sang ibu pun merestui keinginan keras saya untuk melanjutkan studi. Catatannya, beliau hanya dapat memberikan ongkos perjalanan sekaligus biaya masuk. Selebihnya, terutama biaya hidup bulanan jangan berharap banyak karena beliau tak menyanggupinya, dan saya pun berkata akan mencarinya sendiri.
Selama menjadi seorang mahasiswa, saya berusaha untuk menggali bakat dan kemampuan diri. Berbagai kegiatan mahasiswa saya ikuti, dan dari sekian banyak kegiatan saya menemukan satu bidang yang dirasa cocok yakni jurnalistik. Tanpa pikir panjang, saya pun memutuskan untuk aktif di sebuah lembaga pers mahasiswa.
Sejak saat itu, saya gemar menulis opini sembari menjadi wartawan kampus. Saya mulai aktif mengirimkan opini ke rubrik mahasiswa ke berbagai media cetak. Motivasi utama menulis opini agar ide dan gagasan saya dapat dibaca khalayak publik, terutama dalam mensikapi isu-isu terkini.
Selain motivasi di atas, diakui atau tidak motivasi lainnya demi mendapatkan uang saku, honor dari tulisan yang dimuat. Karuan saja, hampir setiap bulannya saya tak mendapatkan kiriman dari rumah. Ibu sering telepon dan meminta maaf karena tak dapat mengirimkan uang bulanan secara reguler seperti mahasiswa lain pada umumnya.
Mendengar hal itu, motivasi saya untuk terus aktif menulis opini di media massa semakin kuat. Beberapa opini saya cukup banyak dimuat di berbagai media cetak. Bahkan dalam sebulan, tak jarang hingga 3-4 tulisan di koran berbeda. Meski honornya tak seberapa, tetapi saya tetap mensyukurinya karena menulis telah menjadi sebuah kegemaran. Honor-honor itu saya tabung untuk membayar biaya semesteran.
Kegiatan menulis opini di media massa saya akui telah banyak membantu pembiayaan studi hingga akhirnya saya diwisuda dan meraih gelar sarjana strata satu. Usaha saya membiayai kuliah secara mandiri dengan jalan menulis opini di media massa diacungi jempol oleh ibu dan keluarga di rumah. Tetapi saya sedikit kecewa karena tak satu pun dari perwakilan keluarga yang menghadiri acara wisuda karena alasan ongkos perjalanan mahal. Maklum, Kalbar-Jawa bukanlah jarak yang dekat untuk ditempuh.
Terlepas dari itu, meski telah menyandang gelar sarjana, saya masih tetap melanjutkan aktivitas menulis opini. Bahkan hingga kini, menulis seperti telah menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari saya walau jarang dikirim ke media massa, akan tetapi tulisan-tulisan saya posting di sebuah Blogg untuk menampung karya tulis tersebut.
Monday 19 January 2015
Disqus Comments