Saturday 24 January 2015

WHEN NOVEMBER RAIN

Wulan, Kau Kekasihku......

Selasa, 5 Desember 2015.
Wulan sudah penulis anggap sebagai seorang kekasih. Sekurang-kurangnya sejak sehari sebelum hari ini.
Ya, Wulan adalah kekasih hati penulis.
Meski belum tercetus kata resminya, tetapi Wulan telah penulis anggap sebagai wanita kedua yang penulis kasihi setelah ibu.
Selain penulis kasihi, Wulan juga penulis rindui. Ya, rindu itu hanya diperuntukkan pada sang kekasih.
Wulan.
Dara asli Wonosari, Yogyakarta. Sosoknya telah mampu merebut hati penulis. Meski belum sempat berjumpa, tetapi hati penulis benar-benar telah terpaut padanya. Perasaan cinta di hati penulis terhadap Wulan memang di luar kebiasaan orang kebanyakan. Umumnya, dua pasangan harus berjumpa terlebih dahulu baru cinta itu lahir di antara mereka. Kebiasaan orang banyak, cinta itu bersemi setelah dua pasangan saling memuji secara fisik dalam sebuah perjumpaan.
Namun, rasa cinta penulis kepada Wulan justru di luar kebiasaan kebanyakan orang, lain dari orang pada umumnya. Sebab, perasaan cinta penulis ini malah lahir sebelum perjumpaan, kebalikannya dari kebiasaan orang banyak. Hingga akhirnya penulis punya sebuah kesimpulan bahwa jangankan setelah berjumpa, belum melihat wajah dan menatap mata Wulan pun penulis telah jatuh cinta, apalagi nanti setelah perjumpaan itu terjadi.
Berdasarkan kesimpulan itu, penulis amat yakin bahwa perasaan cinta terhadap Wulan berdiri di atas ketulusan dan kesungguhan semata. Tak ada hal lain yang lebih penting daripada keduanya.
Begitulah penilain subyektif penulis terhadap rasa cinta yang telah tumbuh dan berkembang sejak hampir dua bulan belakangan ini. Ya, perasaan cinta dari diri penulis untuk nama yang sering penulis sebut dalam barisan doa-doa, Lativah Wulandari. Wulan, penulis memanggilnya.
Sekali lagi, buat penulis, Wulan sudah jadi kekasih. Kelak, bila telah tiba masanya, penulis ingin sekali menikah dengan Wulan. Penulis ingin jadi suaminya, dan Wulan jadi istri penulis. Bagi penulis sendiri, sudah tak ada keinginan lain untuk mencintai seorang gadis selain Wulan saja. Alasannya sederhana saja, perasaan cinta penulis terhadap Wulan sangat besar bahkan melebihi besar apapun di dunia ini.
Mencintai Wulan telah mampu membuat diri penulis merasa tenang dan bahagia. Kelak, pikir penulis, kami akan menciptakan kebahagiaan berdua, kebahagiaan yang tak dimiliki oleh sesiapapun selain kebahagiaan penulis dan Wulan. Ya, kelak ketika waktunya telah tiba. Saat ini, penulis terlebih dahulu ingin belajar mencintai Wulan, belajar menyayangi dirinya, belajar mengerti dirinya, serasa mempersiapkan segala hal sebagai penopang serta penguat rasa cinta dan sayang itu hingga tampak sempurna lagi menyempurnakan. Demikian ikrar penulis dalam hati dengan segenap ketulusan. Wulan, kau kekasihku...Lanjut..
Disqus Comments