Wulan, Kau Kekasihku......
Selasa,
5 Desember 2015.
Wulan
sudah penulis anggap sebagai seorang kekasih. Sekurang-kurangnya sejak sehari
sebelum hari ini.
Ya,
Wulan adalah kekasih hati penulis.
Meski
belum tercetus kata resminya, tetapi Wulan telah penulis anggap sebagai wanita
kedua yang penulis kasihi setelah ibu.
Selain
penulis kasihi, Wulan juga penulis rindui. Ya, rindu itu hanya diperuntukkan
pada sang kekasih.
Wulan.
Dara
asli Wonosari, Yogyakarta. Sosoknya telah mampu merebut hati penulis. Meski
belum sempat berjumpa, tetapi hati penulis benar-benar telah terpaut padanya.
Perasaan cinta di hati penulis terhadap Wulan memang di luar kebiasaan orang
kebanyakan. Umumnya, dua pasangan harus berjumpa terlebih dahulu baru cinta itu
lahir di antara mereka. Kebiasaan orang banyak, cinta itu bersemi setelah dua
pasangan saling memuji secara fisik dalam sebuah perjumpaan.
Namun,
rasa cinta penulis kepada Wulan justru di luar kebiasaan kebanyakan orang, lain
dari orang pada umumnya. Sebab, perasaan cinta penulis ini malah lahir sebelum
perjumpaan, kebalikannya dari kebiasaan orang banyak. Hingga akhirnya penulis
punya sebuah kesimpulan bahwa jangankan setelah berjumpa, belum melihat wajah
dan menatap mata Wulan pun penulis telah jatuh cinta, apalagi nanti setelah
perjumpaan itu terjadi.
Berdasarkan
kesimpulan itu, penulis amat yakin bahwa perasaan cinta terhadap Wulan berdiri
di atas ketulusan dan kesungguhan semata. Tak ada hal lain yang lebih penting
daripada keduanya.
Begitulah
penilain subyektif penulis terhadap rasa cinta yang telah tumbuh dan berkembang
sejak hampir dua bulan belakangan ini. Ya, perasaan cinta dari diri penulis
untuk nama yang sering penulis sebut dalam barisan doa-doa, Lativah Wulandari.
Wulan, penulis memanggilnya.
Sekali
lagi, buat penulis, Wulan sudah jadi kekasih. Kelak, bila telah tiba masanya,
penulis ingin sekali menikah dengan Wulan. Penulis ingin jadi suaminya, dan
Wulan jadi istri penulis. Bagi penulis sendiri, sudah tak ada keinginan lain
untuk mencintai seorang gadis selain Wulan saja. Alasannya sederhana saja,
perasaan cinta penulis terhadap Wulan sangat besar bahkan melebihi besar apapun
di dunia ini.
Mencintai
Wulan telah mampu membuat diri penulis merasa tenang dan bahagia. Kelak, pikir
penulis, kami akan menciptakan kebahagiaan berdua, kebahagiaan yang tak
dimiliki oleh sesiapapun selain kebahagiaan penulis dan Wulan. Ya, kelak ketika
waktunya telah tiba. Saat ini, penulis terlebih dahulu ingin belajar mencintai
Wulan, belajar menyayangi dirinya, belajar mengerti dirinya, serasa
mempersiapkan segala hal sebagai penopang serta penguat rasa cinta dan sayang
itu hingga tampak sempurna lagi menyempurnakan. Demikian ikrar penulis dalam
hati dengan segenap ketulusan. Wulan, kau kekasihku...Lanjut..