Ilustrasi ramadhan |
Namun, kini tradisi-tradisi tersebut tampak dengan jelas dilarang pemerintah melalui ucapan lalu nantinya dibikin undang-undang. Pelarangan itu dilakukan hanya sebatas atas nama toleransi. Aturan lainnya soal larangaan aksi penutupan klub-klub malam yang dianggap lumbung kemaksiatan, di mana ormas-ormas dihimbau tuk tidak beraksi dan diambil-alih pemerintah. Bagi saya, pelarangan itu absurd untuk tak dikatakan penistaan agama.
Bayangkan saja, sebagian besar mamsyarakat yang ingin memuliakan ramadhan serta menyemarakkannya harus terbentur oleh aturan pemerintah. Dalam menjalankan ibadah puasa ramadhan, masyarakat dihimbau khusyuk dan tenang. Bagi saya, khusyuk dan tenang saja terasa percuma kalau tidak semarak, lebih-lebih kalau tradisi-tradisinya dilarang. Inilah wajah negara yang sudah ikut campur urusan sebuah agama.
Tidak ada yang mau berkoar melawan argumen-argumen yang disampaikan pemerintah yang selanjutnya dibuatkan aturan. Tidak ada pula suara mereka yang menolak agama bersinggungan dengan negara berkoar-koar di hadapan publik. Mana pula organisasi sosial-keagamaan yang mengaku pembela tradisi-tradisi (baik) di tengah-tengah kehidupan masyarakat? Ah, ramadhan sudah tak sesakral dahulu kala, tak ada lagi pendukungnya.