ILUSTRASI |
Saya masih cukup aktif di sejumlah akun media sosial, terutama facebook dan twitter. Kedua media sosial itu serasa sudah cukup untuk melihat dan menyaksikan bagaimana tingkah-laku manusia dari waktu ke waktu, bulan ke bulan, hingga tahun ke tahun. Di FB saya memiliki kurang lebih 1.200 teman.
Sementara di twitter cuma 250 pengikut dan 210 akun yang saya ikuti. Jika dijumlahkan, berarti saya bergumul dengan total 1.450 orang di medsos. Simpelnya begitu. Jumlah follower yang relatif sedikit jika dibanding dengan akun-akun orang lain.
Bukan hal itu yang menarik dan hendak dibicarakan dalam catatan kecil ini. Saya nyaris saban hari membuka kedua akun medsos milik pribadi tersebut.
Hebat sekali memang medsos. Tak ada henti, tiada jedanya orang-orang lalu lalang menuliskan segala macam persoalan. Termasuk diri saya ketika sedang punya ide yang sekiranya orang lain pantas membacanya. Asyik memang berselancar di medsos. Meski sebagian kawan menyebut medsos sebagai tempat sampah, namun tak dapat dipungkiri medsos adalah tempat orang berkeluh-kesah. Agak naif juga memang kalau dari sekian banyak tulisan yang muncul di timeline semuanya dianggap sampah.
Sungguh pun begitu, sejumlah tulisan di medsos tentu lahir dari beragam motif. Namun, dari sekian banyak tulisan ada-ada saja yang acapkali menganggu pikiran saya ketika membacanya. Tulisan berbau provokasi dan caci maki kadang muncul di timeline. Terkadang pula ada sebagian orang agak nakal. Entahlah. Yang jadi perhatian utama saya tentu soal provokasi yang kerapkali saya baca tulisannya.
Di situ kadang saya melihat beberapa teman-teman yang men-share beberapa artikel yang menurutnya bertolak-belakang dengan kebenaran yang dimiliki dirinya. Artikel-artikel itu lahir dari tulisan di sebuah website yang kemudian dishare ke medsos. Apa maksud mereka? tak lain dan tak bukan ialah ingin menyampaikan pemikiran dan aspirasi si tukang share untuk kemudian dibenarkan oleh para pengikutnya di medsos.
Tapi, kadang saya agak sedih memang karena artikel yang dishare seringkali yang berbau fitnah serta kebencian. Di situ, saya menyaksikan jenis manusia yang suka gumun dengan sebuah isu dan wacana yang kebenarannya belum tentu sesuai isi artikel. Si tukang share pun kian trengginas memberikan komentarnya terhadap judul dan isi artikel yang dishare. Kadang, ada juga yang membenarkan meski tak terlalu dominan alias sedikit. Saya sendiri bahkan pernah melakukan hal serupa sebelum akhirnya saya sadar bahwa perilaku seperti itu lebih besar mudhorotnya ketimbang manfaatnya.
Nah, berkaca dari hal itu ada baiknya para pengguna medsos lebih cerdas dan bijak dalam mennggunakannya. Jangan sampai medsos malah justru dijadikan sebagai ajang provokasi dan menyebar kebencian kepada orang lain yang notabene sesama anak bangsa dan satu negara. Jadi pengguna medsos yang cerdas dan bijak tentu saja seseorang harus berpikir terlebih dahulu sebelumnya apakah yang akan dia share pantas dibaca orang lain atau tidak. Orang senang atau tidak membacanya. Ada unsur kebaikan tidak jika orang lain membacanya. Bisa membuat hati orang lain tenang atau tidak ketika membacanya. Jika sebaliknya, lebih baik teman-teman tutup akun medsosnya, lalu kembali kepada kesibukan lainnya.