![]() |
ILUSTRASI |
Mayarakat Indonesia tidak perlu kaget dan terheran-heran mengapa terorisme dan radikalisme begitu marak dalam satu dekade belakangan. Lebih-lebih di masa kini, kedua isu super seksi itu marak. Sebab, kemunculan aksi terorisme bukan tanpa motif dan alasan yang melatarinya.
Desas desus yang mengatakan Amerika Serikat dalang di balik maraknya aksi terorisme dan radikalisme di Indonesia sebetulnya bukan isapan jempol semata.
Kepandaian AS memanfaatkan kaum mayoritas di sejumlah negara merupakan lagu lama yang masih saja menjadi salah satu ciri kekuatan politik luar negeri negara Paman Sam. Setidaknya sejarah telah membuktikan ihwal itu. Ambil contoh misalnya di Afghanistan sekitar 25 tahun silam. Guna melawan kekuatan Uni Soviet yang berlatar komunis, AS memanfaatkan kaum mujahidin yang selanjutnya menamakan diri Taliban untuk mengusir negara komunis dari tanah Arab itu. Kala itu, AS khawatir pengaruh komunis menguasai dunia, khususnya di tanah Arab termasuk Afghanistan.
Tetapi, sejarah itu kemudian menjadi kabur karena mujahidin Afghanistan mengklaim bahwa kesuksesan mereka mengusir Soviet merupakan sejarah yang dibuat mereka tanpa adanya kongsi dengan AS. Padahal sejatinya tak begitu. AS lah di balik semua kekuatan mereka, terutama dalam bidang persenjataan dan teknik berperang.
Nah, sejarah itu sudah terhapus. Kini, sejarah baru hendak dibuat AS di Indonesia yang notabene mayoritas beragama Islam. Sejak beberapa tahun belakangan, AS mulai gusar dengan pengaruh China di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia. China yang notabene komunis jenis baru mulai merambah pengaruhnya di Indonesia dan kawasan semenanjung Asia Pasifik. Sejumlah kekuatan sudah dipersiapkan matang oleh AS jauh-jauh hari, dan yang paling mencolok ialah pembangunan sejumlah pangkalan militer di beberapa negara seperti Singapura.
Untuk masuk ke Indonesia, AS kesulitan. Sebab, sejak Indonesia sudah terlanjur anti-AS meskipun beberapa presiden telah berusaha membangun kerjasama dengan negara kapitalis tersebut tetapi tak menemui kesuksesan yang kentara hingga akhirnya tampuk kekuasaan Indonesia jatuh kepada Jokowi yang tampak demikian akrab dengan China alias Tiongkok.
AS tentu tidak diam. Secara sembunyi-sembunyi AS mengorganisir kaum Wahabi yang sudah banyak berkeliaran di NKRI. Sejumlah ormas-ormas Islam dirangkul AS untuk tampil dengan wajah beringas. Isu agama dimainkan karena melihat mayoritas umat Islam hidup di Indonesia. Sementara kaum komunis masih dalam tarap berjuang membela hak-haknya, terutama di kursi kekuasaan. Terbukti, mereka kuat sekali sampai-sampai AS pun kesulitan masuk merangsek ke lingkungan kekuasaan Indonesia.
Melihat komunis mulai kuat di Indonesia, satu-satunya cara AS masuk ialah dengan cara merasuk ke dalam umat Islam, khususnya ormas-ormas yang berpaham Wahabi. Mereka sengaja disetting untuk tampil dengan wajah garang. Semua itu bertujuan untuk melawan kelompok komunis. Tapi apa daya, kelompok komunis memegang kuasa dan legalitas negara yang wajib berjalan di atas UndangUndang dan sejumlah aturan formal serta legitimed. AS tampak tak kelihatan.
Yang bertarung justru kelompok Islam dan kelompok komunis. Keduanya, terus berkonfrontasi. Jadi wajar, kini wajah Islam sedang dipertaruhkan. Segini saja dulu, besok kita lanjut lagi.... BACA: Studi Terorisme: Disiplin dan Pendekatan