ILUSTRASI Bekerja |
Pekerjaan tidaklah lahir dengan sendirinya. Ada sumber lain yang menginisiasi munculnya aktifitas yang disebut sebagai pekerjaan itu. Ambil contoh misalnya orang membuat suatu usaha, kelahirannya sudah barang tentu berangkat dari pengalaman, pengetahuan dan wawasan tentang seluk beluk usaha tersebut yang telah dicoba orang lain sebelumnya sehingga membuka peluang-peluang.
Nah, berangkat dari asumsi itu wajarlah kalau kemudian lahir sejumlah usaha yang digeluti dengan konsisten hingga akhirnya berujung pada kesuksesan dan keberhasilan. Di sini, membaca menjadi komponen paling menentukan bagi seseorang untuk mendapatkan inspirasi membuka sebuah pekerjaan. Biasanya, yang demikian itu disebut berwirausaha. Atau bahasa bekennya, entrepreneurship.
Istilah terakhir ini amat gencar diwacanakan di segenap penjuru kehidupan masyarakat, terutama di kalangan kaula muda. Wacana dan aplikasi nyata dari entrepreneurship dinilai penting agar orang dapat menuangkan ide dan gagasannya dalam konteks mencari sekaligus mendapatkan sebuah pekerjaan. Karuan saja, negara memang bukanlah institusi sosial yang harus bertanggungjawab memberikan pekerjaan secara merata kepada seluruh individu.
Lihat saja, negara tak mau menjamin suatu pekerjaan kepada rakyatnya karena ledakan jumlah pendudukan yang membludak saban tahunnya. Belum lagi fenomena soal perebutan pekerjaan sudah menjadi rahasia umum, utamanya di lingkungan pegawai pemerintah. Sogok menyogok, lobi-lobi dan budaya primordialisme sudah tak mampu lagi dibendung karena memang sudah mengakar di segala bidang. Lantas bagaimana cara efektif menanggulanginya?
Alamak, jumlah penganngguran di Indonesia sudah sedemikian akut. Sudah berpuluh-puluh tahun tak mampu teratasi. Program-program pemerintah pun juga tak mempan untuk mengobati penyakit sosial tersebut karena terbentur ledakan jumlah penduduk. Perebutan lahan pekerjaan yang disediakan pemerintah pun lantas tak terhindarkan. Jadi wajar kalau sebagian besar pejabat-pejabat mati-matian berebut menduduki suatu jabatan tertentu guna menyelamatkan sanak saudara, handai taulan, kerabat, kolega dan mitranya dari krisis pekerjaan.
Bung, menganggur dan pengangguran itu aib besar. Di negara manapun itu, tetap saja merupakan sebuah aib, cela dan kenistaan. Pengangguran dihujat, dilecehkan, diremehkan dan disingkirkan dari kehidupan normal masyarakat. Entah ihwal pengangguran ini menjadi salah siapa, kita pun tak tahu. Toh, pemerintah tak mau menjadi tersangkanya. Tetap saja, penganggur itu sendiri yang dikambinghitamkan, dituding macam-macam. Sudahlah, akui saja bung. Tak usah berkilah. Tak ada gunanya. Teruskan pekerjaanmu, apapun bentuknya. Yang jelas, Tuhan masih akan terus dan selalu melihat apa usaha dan aktifitasamu.
Kelak, kalau usaha tersebut sudah optimal Tuhan tentu tak akan membiarkanmu jatuh pada jurang kenistaan. Bukankah Tuhan menyebutkan kalau diriNya menyayangi hambaNya? Bung, teruskan pekerjaanmu, teruskanlah.!