Thursday 8 December 2016

Dia, yang Sering Kusakiti Hatinya

Ilustrasi kecewa
Iba dan kasihan. Dua suku kata yang hampir sama maknanya membuncah di relung hati. Bukan akibat peristiwa tragis, dramatis maupun insiden duka, tetapi rasa itu tiba-tiba muncul dari sebuah kesadaran diri. Ya, dia, kekasihku, sering kusakiti hatinya dengan sikap dan ucapan yang terlontar bebas dari diri. Bawel dan cerewet kadang jadi masalah. Bicara kerap tak melalui proses berpikir, melainkan asal ceplos. Walhasil, dia marah. Aku sendiri ditegurnya atas sejumlah perkataan yang dianggapnya menginggung perasaan dirinya. Teguran dan kritikan darinya masuk. Dan saat itu pula menjadi bahan pikiran. Ternyata, diri memang sungguh terlalu, dan berlebihan. Namun apapun itu, sikap dan ucapan bukan lahir tanpa sebab. Dan faktor penyebab itu tentu tak etis jika harus dikemukan dalam sebuah tulisan reflektif yang mungkin dikonsumsi khalayak. Hanya saja, wujudnya abstrak yang dimaksud dengan faktor penyebab itu aku sebut kecewa. Sikap kecewa itu telah melegalkan segala tindak dan ucapan tanpa tedeng aling-aling, blak-blakan, bahkan ceplas-ceplos. Tujuannya, tidak ada. Melainkan hanya ingin mengulik rasa penyesalan terhadap tindakannya di masa lalu yang memang mengundang kecewa sekaligus rasa penasaran. Ya, kecewa mengapa hal naif itu mesti terjadi, serta penasaran ingin tahu kronologisnya. Berlapang dada dan bersikap ikhlas nyatanya memang bukan perkara mudah, karena aku bukan pakarnya. Yang bisa dilakukan sementara waktu hanya dua; belajar dan berusaha. Semoga dapat dimengerti, dinda.
Disqus Comments